Judul Buku : I'm
(Not) Perfect
Penulis : Dian
Kristiani
Penerbit : PT
Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, 2013
Tebal Buku : 153
halaman
Apakah Anda pernah digunjing orang lain karena Anda working mom?
Apakah Anda pernah dinilai orang lain sebagai ibu yang tega dan pelit
karena memberi anaknya susu murah? Apakah Anda pernah mendapat
penilaian sepihak dari orang lain karena ada ketidaksempurnaan dalam
diri Anda? Tenang, Anda tidak sendirian. Dian Kristiani melalui
bukunya “I'm (Not) Perfect” pun merasakan hal yang sama dengan
yang Anda rasakan. Meski demikian, penulis buku ini memilih bahagia.
Menurutnya, setiap perempuan pasti menginginkan dirinya sempurna.
Namun, menjadi tak sempurna itu manusiawi. Jadi, tidak logis jika
menempatkan penilaian orang lain sebagai syarat kebahagiaan.
Membaca buku ini, mengingatkan saya untuk lebih mencintai diri
sendiri, memaafkan hal-hal yang tidak bisa saya lakukan, lebih
mensyukuri hidup dan menghargai orang lain. Tak bisa disangkal,
sebagai seorang perempuan biasa saja, saya juga sering risau.
Sesekali karena perkataan orang lain. Namun, yang paling membuat saya
risau adalah saat tidak bisa melakukan yang menurut saya harus bisa
saya lakukan. Saya seolah tidak bisa memaafkan diri saya, saat saya
tidak bisa tampil “sempurna” untuk keluarga saya. Seperti saat
memberikan ASI eksklusif untuk anak saya.
Sejak sebelum kelahiran, sebagaimana curhat penulis tentang ASI
(hal.18), saya pun bertekad memberikan ASI eksklusif pada anak saya.
Saya sudah berusaha maksimal untuk mewujudkannya. Namun, kenyataan
mengatakan bahwa ASI yang saya miliki tidak mencukupi untuk anak
saya. Gara-gara niat saya yang “ngotot” untuk tidak memberi susu
formula, pada umur 5 bulan anak saya dehidrasi ringan. Demi
kesembuhan anak, saya pun merelakan anak saya minum susu formula.
Pada saat itulah, saya merasa gagal menjadi ibu yang baik.
Setelah membaca buku ini, ternyata saya lebih beruntung daripada
penulis. Saya masih bisa menyusui anak saya, meski harus ditambah
dengan susu formula. Saya malu dengan Tuhan yang telah mengaruniai
ASI untuk anak saya. Sikap saya dengan teman yang tidak bisa
memberikan ASI pada anaknya juga berubah. Awalnya saya sering
menyimpulkan bahwa mereka kurang berusaha. Menurut saya waktu itu,
semua perempuan pasti bisa menyusui. Namun, ternyata saya salah.
Menurut penelitian, memang ada perempuan yang tidak bisa menyusui
anaknya bukan karena kurang berusaha. Melainkan karena memang
kelenjar susunya tidak bisa memproduksi ASI. Penulis buku ini adalah
salah satunya.
Buku yang merangkum curhat penulis sebagai seorang perempuan, ibu,
istri, teman dan makhluk Tuhan ini ditulis dengan bahasa yang renyah
dan kocak. Pembaca tidak akan mengernyitkan kening saat membacanya.
Justru pembaca akan tersenyum dengan cara penyampaiannya yang unik
dan menggelitik. Buku ini tidak harus dibaca berurutan dari awal
sampai akhir, karena berisi 28 judul bab yang bisa diambil acak mana
yang akan dibaca terlebih dahulu.
Satu hal yang patut menjadi renungan kaum perempuan melalui buku ini
adalah bahwa penilaian sepihak yang sering ditujukan pada perempuan
yang tidak sempurna, seringkali justru dilakukan oleh perempuan.
Mengapa begitu? Semoga kehadiran buku ini mampu menggetarkan hati
kaum perempuan agar lebih berempati dan menghargai orang lain.
Terlebih pada kaum perempuan itu sendiri. Berikut ini saya tulis
ulang paragraf dari halaman 41 buku ini, yang layak menjadi renungan
kita bersama.
“Mari melihat ke dalam diri kita sendiri sendiri. Apakah kita
memasang standar yang terlalu tinggi untuk orang lain? Sudahkah kita
bercermin pada diri sendiri? Apakah aku ini sudah
sempurna sehingga pantas mengharapkan orang lain sempurna?”
Komentar
Posting Komentar