Langsung ke konten utama

Saka Belajar Tanggung Jawab

Dek, lantainya dibersihkan dulu,” pinta saya pada Saka untuk ketiga kalinya.
Saka tetap meneruskan mainannya tanpa menoleh ke arah Bunda.
Fiuuh...” saya menghela napas sambil membuang energi negatif. Jika mau cepat, bisa saja saya langsung membersihkan bekas susu yang menempel di lantai. Tidak perlu menguras energi untuk meminta Saka yang seringnya kebanyakan alasan. Ya capeklah, ya baru mainanlah, bunda sajalah dan jawaban serupa yang membuat saya lelah jiwanya. Hahaha..
Namun, saya adalah ibu yang bertugas membimbing anak agar terlatih life skillnya. Oleh karenanya, saya harus mencari cara bagaimana Saka mau membersihkan lantai. Tentu saja tanpa ancaman dan tangisan. Sebelumnya, Saka mau mengerjakan tapi selalu disertai ancaman dari orang tua dan tangisan Saka. Saya tidak ingin kejadian seperti itu terulang lagi.
Saya teringat materi komunikasi produktif kelas bunsay tentang berhasil tidaknya pesan yang kamu sampaikan itu tergantung dari penyampai pesan, bukan penerima pesan. Saya juga teringat ilmu dari Opa Dono Baswardono agar mengganti kalimat ancaman dengan kalimat yang lebih positif. Jadi, saya memutuskan akan meminta Saka dengan cara mendekati dan menatap kedua matanya.
Dek, jadi ke rumah Mas Mirza enggak?”
Jadi, Bun,” jawabnya.
Nah, Bunda sekarang baru repot cuci piring. Biar cepat ke rumah Mas Mirza, Dek Saka membersihkan lantai, ya,” pinta saya pada Saka.
Ya, Bun. Ambil lap dulu,” jawabnya sambil pergi ke dapur mengambil lap.
Sip. Sama dikasih air sedikit. Biar nggak lengket lantainya.” saran saya padanya.
Beberapa detik kemudian Saka membawa lap pel dan segelas air. Diguyurnya lantai yang lengket dengan susu coklat, kemudian dibersihkannya dengan lap pel.
Seperti ini, Bun?” tanya Saka sambil mengelap lantai.
Iya. Nah, sekarang dicuci dulu lap pel-nya. Terus kesini ngepel lagi. Ini masih ada yang lengket sedikit.”
Saka pergi ke kran dekat kamar mandi. “Pakai sabun ya, Bun?”
Nggak usah. Cukup diguyur air saja.” Saya menyarankan pakai cara yang simpel saja.
Ah, emoh. Pakai sabun ya, Bun?” Dia mencari rinso dan mulai mencuci lap dengan menggunakan deterjen. Mungkin Saka pernah melihat saya atau Reksa saat mencuci lap menggunakan deterjen. Jadilah, dia ingin mencucinya pake deterjen juga.
Ya. Boleh. Nggak usah banyak-banyak.” Saya segera pergi dari kamar mandi karena tak kuat dengan bau rinso.
Selesai mencuci lap pel, Saka kembali membersihkan lantai. “Sudah, Bun,” katanya beberapa saat kemudian.
Saya melihat lantai sudah bersih. “Ya. Sip. Dek Saka tanggung jawab!” kata saya sambil memberikan jempol padanya.
Saka tersenyum senang.
Saya juga tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mencari cara mengajari Saka bertanggung jawab tanpa ancaman dan tangisan. Cara ini akan saya praktekkan lagi besok jika menemui tantangan yang serupa.

#Tantangan10hari
#Level9
#KuliahBunsayIIP
#ThinkCreative

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka ...

Membuat Hasta Karya Bentuk Hati

Kehadiran teman, sering memicu kreativitas anak-anak. Seperti sore beberapa hari yang lalu. Mbak Septi, tetangga kami main ke rumah. Sudah pasti anak-anak sangat senang. Berbagai permainan mereka mainkan. Mulai dari permainan fisik seperti naik sepeda hingga permainan imajinatif seperti bermain peran. Setelah lelah bermain, sore itu anak-anak mengambil kertas warna. "Bikin love, Yuk!" ajak Mbak Septi. Maksudnya bikin bentuk hati dari kertas warna. "Ayuk," Reksa mengambil kertas dan spidol. Keduanya lantas menggambar bentuk hati di atas kertas warna. Setelah selesai menggambar, keduanya pun mengguntingnya. Tertarik dengan aktivitas keduanya, saya pun ikut membuat bentuk hati. Saya menggunakan teknik yang berbeda dengan anak-anak. Setelah selesai menggunting, saya perlihatkan karya saya pada anak-anak. "Nih, buatan Bunda. Kanan kirinya sama kan?" Reksa dan temannya mengamati hasil karya saya. "Iyae, Bun." "Biar sama, cara bikinnya d...

MELUNCUR DI ATAS JAHE

“Teeet! Teeet! Teeet!” Suara bel berbunyi tiga kali. Tanda ujian berakhir. “ Alhamdulillah...”, ucapku pelan. Lega rasanya ujian semester ini telah berakhir. Bergegas aku mengumpulkan lembar jawaban ke depan. Ternyata aku yang paling akhir. Setelah mengambil tas, aku duduk di samping kursi Maikah. “Mai, aku dengar kabar dari kelas 6, liburan ini kita akan diajak outbond ke Gua Pindul lho..” bisikku pada Maikah. Sudah menjadi kesepakatanku dengan Maikah, pada masa-masa ujian seperti sekarang ini, pantang bagi kami berdua membahas soal ujian sekolah. Maikah menoleh. “Oya? Asyik dong! Jadi pengen beli gatot sama tiwul.” “Ah, kau! Makanan aja yang diingat,” kucubit perut Maikah yang semakin buncit. Maikah memasukkan peralatan tulis ke dalam tas. “Memang sudah pasti ke Gua Pindul?” tanya Maikah ragu-ragu. Aku mengedikkan bahu. “Yah, semoga aja” Topik tentang liburan semester memang selalu hangat dalam perbincangan kami. Sudah seminggu kami sekelas membincangkan topi...