“Ma,
rasane aku pengen jajan je.” Saka memulai percakapan saat saya
sedang menyapu lantai.
Saya
tetap meneruskan pekerjaannya. Tidak begitu memperhatikan apa yang
diucapkan Saka. Lebih tepatnya, saya enggan membahas perihal jajan
lebih jauh.
“Ma,
aku pengen jajan. Ayo, beli ke Mas Pangat, Ma!” Saka mulai
merengek.
Saya
menaruh sapu dan mendatangi Saka. Memegang kedua tangan dan menatap
mata Saka. “Dek, kalau laper, makan nasi. Bukan jajan.”
“Emoh.
Aku bosen,” rengek Saka mulai menangis.
“Jajan
itu boleh. Tapi tidak setiap hari. Kemarin kan adek Saka sudah
dibelikan es krim sama Bunda. Ya sudah, jangan jajan lagi. Uangnya
ditabung dulu.” Saya menjelaskan panjang lebar.
“Huhuhu...”
tangis Saka semakin keras.
Bunda
membiarkan Saka menangis beberapa saat. Setelah cukup menangisnya,
Bunda mendatangi Saka. “Adek Saka mau dibuatkan teh anget atau air
putih saja?”
“Teh
anget, Ma,” jawab Saka.
“Ya.
Bunda buatkan teh, ya.” Saya pun beranjak mengambil gelas dan mulai
membuatkan Saka teh anget. Setelah teh anget jadi, saya
mengangsurkannya pada Saka. Lantas Saka pun meminumnya sesendok demi
sesendok.
Beberapa
saat kemudian, saya memulai obrolan dengan Saka.
“Dek,
uang itu bukan untuk jajan aja. Sebagian buat beli bensin. Biar Saka
bisa jalan-jalan. Kalau mobilnya nggak diisi bensin bisa jalan
nggak?”
“Enggak.”
“Nah,
itu. Sebagian lagi uangnya buat beli maem di Mbak Lami. Kalau jajan
terus, ya nanti Dek Saka sarapan apa?”
Saka
diam sejenak. Mungkin sedang berpikir.
“Jajan
itu boleh. Tapi, tidak setiap hari. Uangnya ditabung dulu.” Bunda
memberi pemahaman lagi.
Saka
mengangguk.
Alhamdulillah..
Saya bersyukur dalam hati.
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial
Komentar
Posting Komentar