Langsung ke konten utama

Day 5 : Tantangan 10 Hari Melatih Kemandirian Anak

Hari Pertama Sekolah
Senin (17/7/2017) adalah hari pertama sekolah anak-anak. Reksa masuk TK, sedang Saka masih belajar di PAUD. Bagi keluarga kami, hari pertama sekolah bukan berarti hari pengurangan tanggung jawab anak dalam keluarga. Reksa tetap mempunyai tugas menjemur pakaiannya sendiri, membereskan kamar dan mengembalikan piring ke rak. Sedangkan Saka harus sudah mandiri dalam hal makan dan berpakaian.

Reksa mengembalikan piring sebelum ke sekolah (17/7/2017)

Maka, pagi hari seusai Reksa mandi dan sarapan, dia lantas membereskan kamarnya. Tentu saja saya masih mengingatkannya. Kamarnya tidak begitu berantakan, jadi cukup memindah beberapa barang ke tempatnya dan menyapu saja. Setelah selesai beres-beres kamar, Reksa kemudian mengembalikan piring dan menjemur pakaiannya. Ketiga tugas ini tidak membutuhkan upaya yang besar, mengingat Reksa sedang semangat-semangatnya sekolah. Sehingga keceriaan hatinya membuat latihan ini berjalan lancar.

Saka memakai celana sendiri (17/7/2017)

Sama dengan kakaknya, Saka juga semangat sekolah. Oleh karenanya dia juga lancar-lancar saja saat saya memintanya makan dan berpakaian sendiri. Malah saat memakai kaos, Saka tidak saya bantu. Selain karena kaosnya yang longgar, Saka juga ingin memakai kaosnya tanpa bantuan dari saya. Tak ketinggalan, saya pun langsung mendokumentasikan momen spesial ini. Dan Saka pun senang saat melihat fotonya memakai kaos sendiri.

Saka memakai kaos sendiri (17/7/2017)

Reksa Menangis
Kalau pada pagi hari Reksa semangat mengerjakan tugas kesehariannya, maka sore hari bisa berbeda ceritanya. Saat saya meminta Reksa mengembalikan piring, dia malah menundukkan muka dan menangis. Awalnya saya bingung, apa yang salah dengan saya? Lantas saya pun menanyakan kepadanya, mengapa dia menangis. Reksa tidak mau menjawab. Dia terus saja menangis. Saya bertanya apakah karena saya menyuruhnya mengembalikan piring? Dia mengangguk. Oh, baiklah, saya menerima perasaannya.
Sebenarnya saya sudah agak lama selesai mencuci piring. Saya tidak langsung meminta Reksa mengembalikannya karena dia sedang bermain di luar bersama adiknya. Maka, saat Reksa sudah selesai bermain dan mandi sore, saya memintanya untuk mengembalikan piring. Bersamaan dengan permintaan saya itu, ayah dan Saka sedang menonton TV. Jadi, permasalahannya sebenarnya adalah timing yang kurang tepat. Reksa ingin menonton TV bersama adiknya. Bukannya malah mengembalikan piring. Dia jengkel, dan hanya bisa menangis.
Setelah mengetahui duduk perkaranya, saya lantas bertanya pada Reksa. “Mbak ingin nonton TV?” Reksa mengangguk. Saya akhirnya membolehkannya menonton TV sebentar sambil berpesan agar nanti jika sudah cukup menontonnya, dia harus mengerjakan tugasnya. Reksa menyetujui. Dia mengusap air matanya dan tertawa bersama adiknya menonton TV. Dua puluh menit kemudian, saya meminta anak-anak mematikan TV dan mengingatkan Reksa akan tugasnya. Kali ini Reksa mengembalikan piring dengan wajah ceria.
Catatan penting hari ini ialah orang tua harus peka terhadap situasi dan kondisi. Terkadang anak enggan mengerjakan tugasnya dikarenan timing yang tidak tepat. Seperti yang terjadi kemarin sore. Reksa enggan mengembalikan piring karena tergoda tayangan TV. Saya bukan anti TV dan gadget. Saya hanya membatasi anak dalam mengkonsumsi kedua alat tersebut. Jadi, jika waktunya bermain ya bermain. Jika waktu mengerjakan tugas ya mengerjakan tugas. Upayakan tidak ada godaan saat anak mengerjakan tugas hariannya. Terus terang kemarin sore, saya lalai dalam menghindarkan godaan tersebut. Belum ada koordinasi antara saya dan ayah tentang permasalahan ini. Semoga ke depan, hal tersebut tidak terjadi lagi.


#Level2
#BunsayIIP
#MelatihKemandirian
#Tantangan10Hari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka ...

KRAAAK!

Oleh : Maftuha Jalal Semua penghuni laut sedang sibuk di taman terumbu karang. Ada yang menghias panggung dengan ganggang dan rumput laut. Ada yang latihan paduan suara. Ada juga yang latihan menari dengan diiringi tabuhan cangkang kerang. Namun, ada satu yang tidak bergabung. Dia adalah Lolo Lobster. Lolo Lobster duduk di rumahnya. Matanya menatap sedih ke arah bajunya yang robek. “Bagaimana bisa menari jika bajuku robek begini,” ratap Lolo. Dia teringat latihan-latihannya selama ini. Dia berharap bisa tampil menari di perayaan hari laut sedunia esok hari. Tapi, tadi sewaktu akan berangkat latihan, tanpa tahu kenapa bajunya tiba-tiba robek. Sayup-sayup Lolo mendengar suara cangkang kerang ditabuh. Wah, latihannya sudah mulai. Aduh, bagaimana ini? Aku harus mencari cara agar bisa tetap ikut latihan, pikirnya dalam hati. Dia pun berjalan ke arah lemari. Tapi saat baru menggerakkan tubuhnya ... “ KRAAAK” terdengar sebuah suara di bagian bawah tubuhnya. Lolo melihat ke...

RANGKUMAN MATERI WEBINAR HOMESCHOOLING SESI 2

Lima bulan terakhir ini saya tertarik mempelajari model pendidikan homeschooling. Hari-hari saya berkutat dengan browsing dan browsing tentang apa itu homeschooling. Mengapa bisa begitu? Semua bermula dari kegelisahan saya saat masih tinggal dengan kakak perempuan saya yang mempunyai anak usia SD. Namanya Azkal (9 tahun). Setiap kali belajar bersama ibunya, setiap kali itu pula ia “ribut” dengan ibunya. Ibunya, kakak perempuan saya, merasa sejak duduk di kelas 3, Azkal susah sekali diajak belajar. Menurutnya, guru kelas Azkal kurang kreatif dalam mendidik. Seringkali hanya menyuruh anak mencatat materi pelajaran saja. Beberapa orang tua sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak sekolah. Sayangnya, keluhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan di pihak sang guru. Kondisi ini tidak berimbang dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari siswa Sebenarnya materi pelajaran untuk SD kelas 3 belum begitu rumit. Hanya saja, sang guru menggunakan acuan Lembar Kegiatan ...