Orang tua adalah kunci utama
keberhasilan anak dalam meraih kemandirian. Loh, bagaimana bisa? Jika
orang tua sudah selesai dengan semua urusannya, anak relatif mudah
menjalani tantangan kemandiriannya. Permasalahannya, jika orang tua
belum selesai dengan urusannya, sedikit banyak anak akan direpotkan
dalam ketidakteraturan jadwal orang tua. Catatan ini adalah refleksi
dari kejadian hari jumat (21/7/2017).
Berhubung minggu ini saya sedang
dikejar deadline belajar menulis dari kelas yang saya ikuti, hampir
sehari semalam saya berada di depan laptop. Memikirkan bagaimana
menemukan ide yang menarik diangkat. Merangkai kata agar ide tersebut
bisa tertuang dalam tulisan sehingga mudah dipahami oleh anak-anak
sebagai pembaca pemula. Padahal waktu terus berlari tak kenal henti
membuat pikiran saya kalut. Kesabaran saya yang biasanya sepanjang
usus, tiba-tiba sependek sumbu kompor. Hahaha..
![]() |
Reksa dan Saka saling memotret bergantian berhubung emaknya lagi kalut. Hehe.. (21/7/2017) |
Saya jelas tidak menghendaki kondisi
psikis saya ini berimbas pada anak-anak. Tapi kenyataannya, saya
tetap belum bisa memilahnya. Saat anak-anak minta ditemani bermain,
pikiran saya kalut dengan tulisan yang belum rampung. Saat anak-anak
tak juga lekas mandi dan bersiap ke sekolah, sumbu kompor dalam diri
saya langsung meledak sebelum api dinyalakan. Hehe.. Anaka-anak jadi
mudah rewel karena hal sepele dan tulisan saya pun jadi nggak
maksimal. Rugi bandar, Maaak! Huhuhu..
![]() |
Saka dipotret sama kakaknya menggunakan HP saya. Emaknya lagi ruwet. Hehe.. (21/7/2017) |
Memang benar bahwa anak-anak tetap
menjalani latihan kemandirian yang sudah saya jadwalkan. Memang
benar bahwa saya juga ikut berperan dalam melatih kemandirian mereka.
Namun, jika pikiran tidak seratus persen, hasilnya memang jadi tidak
indah seratus persen. Reksa jadi terlambat beres-beres kamar,
mengembalikan piring ke rak dan menjemur pakaian. Saka juga jadi rewel
karena saya menuntutnya segera makan dan berpakaian. Tak kompromi
dengan hal-hal yang biasanya saya masih toleransi.
Kondisi ini bukan hanya anak-anak yang
menanggung ruginya, tetapi saya sendiri. Saya jadi tidak bisa
menjalani hari-hari bersama anak dengan lebih menyenangkan seperti
sebelumnya. Saya juga tidak bisa menulis dengan segenap hati dan
pikiran sehingga hasilnya tidak memuaskan. Saya jadi tidak bisa
bertumbuh dan bahagia seperti yang saya cita-citakan sebagai seorang
ibu rumah tangga. Semoga, refleksi ini menjadi pengingat saya agar menata hidup menjadi lebih teratur. Amin.
#Level2
#BunsayIIP
#MelatihKemandirian
#Tantangan10hari
Komentar
Posting Komentar