Mempunyai dua anak yang jarak usianya
agak berdekatan memang membuat hidup jadi lebih berwarna. Ketika
keduanya akur bermain bersama, hari-hari jadi cerah ceria. Saya
sebagai ibunya pun bisa menyelesaikan tugas rumah tangga dengan
damai. Nah, ceritanya jadi lain kalau keduanya bertengkar. Bukan
hanya sejenak membuat urat leher tegang, pekerjaan rumah tangga pun
jadi ikut terbengkelai.
Namun, itu dulu saat awal-awal saya
bekerja di ranah domestik. Berhubung saya tidak mau pertengkaran
anak mengakibatkan mood saya jadi jelek, saya pun mencoba mencari
cara bagaimana menghadapi anak-anak saat bertengkar. Dari hasil
membaca dan merenung, saya memperoleh beberapa kiat agar tetap waras
saat anak bertengkar. Apa saja kiat ala saya? Berikut ini saya
sajikan satu persatu kiatnya :
1. Tetap tenang
Mendengar anak bertengkar, saat sedang
mengerjakan aktivitas rumah tangga memang membuat kita geregetan.
Rasa-rasanya ingin segera menengahi agar pertengkaran cepat usai. Dan
kita pun bisa melanjutkan pekerjaan dengan lebih damai. Namun, tahan
dulu! Cobalah untuk tetap tenang dan amati pertengkaran mereka dengan
lebih obyektif.
Anak-anak bertengkar karena berbagai
hal. Bisa karena perbedaan pendapat, atau bisa juga karena berebut
mainan. Bisa karena tidak mau bergiliran, bisa juga hanya karena
ingin duduk dekat bundanya. Yang perlu kita ingat, kebanyakan
pertengkaran antar saudara tidak akan menimbulkan perpecahan.
Terkadang, tanpa kita tengahi, mereka sudah menyelesaikan
persoalannya sendiri.
Cerita (2 September 2017) :
SANDAL “SELEN”
“Pinjam sandale to, Dek,” pinta
Reksa kepada Saka, adeknya.
“Emoh. Ini sandal Saka,” tolak
Saka sambil memegang erat sandal doraemonnya. Karena sudah rusak,
Saka memang kami belikan sandal baru. Sandal warna hijau bergambar
doraemon. Sementara Reksa, masih menggunakan sandal lama karena
kondisinya masih bagus.
“Halah, Dek. Pinjem sebentar!”
rengek Reksa agar adiknya mau meminjami sandal.
“EMOH!” jawab Saka dengan suara
keras.
Saya menoleh ke arah keduanya. Sebagai
ibu, rasanya saya ingin segera menengahi keduanya. Tapi, saat ini
saya menahan diri. Tidak semua pertengkaran mesti ditengahi. Saya pun
melanjutkan menjemur pakaian.
“Yo wis, pinjem satu (sandal sebelah
saja), ya. Nanti adek tak pinjemi punyaku yang satu,” tawar Reksa
sambil mengangsurkan sandal little pony-nya sebelah kiri pada Saka.
“Yoh,” jawab Saka. Dia pun
mengangsurkan sandal sebelah kanannya pada Reksa.
Lantas keduanya pun mengenakan sandal
yang berlainan pasangan itu. Reksa mengenakan sandal doraemon sebelah
kiri dan sandal little pony sebelah kanan. Sebaliknya, Saka
mengenakan sandal little pony sebelah kiri dan sandal doraemon
sebelah kanan.
Selama beberapa hari Reksa dan Saka
memakai sandal “selen” itu kemana pun. Termasuk saat ke PAUD.
Hehehe.. Kadang ada orang tua murid yang heran dan bertanya pada
saya. Dengan enteng saya menjawab, “Memang pengennya anak begitu,
Bu.” Dan mereka yang bertanya pun hanya bisa tersenyum.
![]() |
Mengamati bekicot (19/11/2017) |
2. Ketahui apa penyebab
pertengkarannya
Sebelum menengahi, kita mesti tahu apa
yang membuat anak bertengkar. Apakah karena mereka bertengkar karena
ingin menonton acara teve yang berbeda channel? Jika iya, maka
selesaikan dengan membuat jadwal bergiliran. Kakak
ipar saya membuat jadwal memilih siaran acara teve yang ditonton oleh
ketiga anaknya selama seminggu. Misalnya, pada hari senin anak sulung
berhak memilih acara teve yang disukainya. Hari selasa giliran anak
tengah. Kemudian, hari rabu menjadi haknya anak bungsu. Begitu
seterusnya bergiliran.
Bagaimana
jika anak bertengkar ketika kita sedang sibuk mencuci piring? Cobalah
libatkan anak dalam aktivitas kita. Saya biasa berbagi tugas pada
anak-anak saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Semisal saat saya
mencuci piring, Reksa mendapat tugas mengembalikan piring bersih ke
dalam rak. Sedangkan Saka mengembalikan sendoknya. Meski pekerjaan
kita menjadi agak lama, namun lumayan mengurangi intensitas
pertengkaran. Juga bisa melatih life
skill anak-anak.
Jadi intinya, pelajari apa yang
menjadi penyebab pertengkaran, kemudian carilah solusinya. Jika
anak-anak sudah mulai paham diajak berdikusi, akan lebih baik lagi
jika mereka diajak bersama-sama mencari solusinya.
Cerita (17 September 2017):
OBSESI SAKA
Beberapa bulan terakhir, Saka
terobsesi dengan robot. Bermula dari menonton cuplikan video
transformer, Saka kemudian punya keinginan menjadi robot. Dan obsesi
Saka ini sering menjadi bahan pertengkaran dengan Reksa.
Seperti yang terjadi sore kemarin.
"Ata dadi robot dide (Saka jadi robot gede)" ucap Saka mantap.
"Ra iso, yo. Robot gede ki mesin," timpal Reksa memprotes keinginan adeknya.
"Iso, yo."
"RA ISO!!" bentak Reksa
"ISO!! Saka tidak terima.
"RA ISOOO!!" Reksa membentak lebih keras.
"ISO!!! MA, ATA DADI ROBOT DIDE!!" teriak Saka histeris minta dukungan bundanya.
"Ata dadi robot dide (Saka jadi robot gede)" ucap Saka mantap.
"Ra iso, yo. Robot gede ki mesin," timpal Reksa memprotes keinginan adeknya.
"Iso, yo."
"RA ISO!!" bentak Reksa
"ISO!! Saka tidak terima.
"RA ISOOO!!" Reksa membentak lebih keras.
"ISO!!! MA, ATA DADI ROBOT DIDE!!" teriak Saka histeris minta dukungan bundanya.
Saya yang sedang khusyuk membaca
facebook langsung menjawab. "Yo, boleh! Mau jadi robot gede,
boleh. Mau jadi princess, boleh. Mau jadi apapun, boleh. Asal tidak
jadi TUHAN!!"
Kamar mendadak senyap. Reksa dan Saka menatap bengong. Dua detik kemudian.
Kamar mendadak senyap. Reksa dan Saka menatap bengong. Dua detik kemudian.
"HAHAHA..." Saya ngakak
sendiri saat inget dengan apa yang barusan saya katakan.
Ayahe ikut tertawa. "Kalau mau
jadi Tuhan, ya boleh, Le. Besok ayah dimasukkan ke surgamu, ya?"
celetuk Ayah sante.
"HAHAHA..." Kami tertawa bersama. Reksa dan Saka kembali bermain dengan damai.
"HAHAHA..." Kami tertawa bersama. Reksa dan Saka kembali bermain dengan damai.
![]() |
Bermain bersama di Kamar |
3. Memberi pemahaman
Memberi pemahaman pada anak adalah
upaya yang menurut saya paling penting. Mengapa? Karena berbagai
kemungkinan yang terjadi saat pertengkaran bisa kita cegah jika kita
bisa memberi pemahaman pada anak. Sebagai orang tua, kami tidak
pernah menggunakan surga neraka untuk memberi pemahamanan pada
anak-anak. Kami menjelaskan pada mereka tentang hukum timbal balik.
Jika kamu ingin diperlakukan baik pada orang lain, berlakulah baik.
Tapi jika kamu berlaku tidak baik, jangan protes jika orang lain
berlaku tidak baik terhadapmu.
Kami biasa memberi pemahaman pada anak
saat kondisinya sudah tenang. Semisal saat berada di mobil atau saat
bercengkerama bersama di kamar. Saat kondisi tenang, anak-anak lebih
mudah diajak berdiskusi dan menerima masukan dari kami. Meski
demikian, ada pemahaman yang langsung kami berikan saat melihat
pertengkaran anak sudah tidak baik. Semisal salah satu anak memukul
atau mendorong yang lain.
Cerita (21 Agustus 2016) :
KETIKA KEDUANYA BERANTEM
Namanya saudara, kadang akur kadang
berantem. Pun demikian dengan Reksa dan Saka. Suatu hari Saka merebut
mainan Mbake. Otomatis Reksa langsung marah-marah.
“Ojo merebut to, Dek! Nanti saya dorong sampai jatuh, lho!” ancam Reksa pada adeknya.
Sebelum semuanya menjadi gaduh, aku keluar kamar. “Weh, yo jangan gitu to, Mbak. Kalau kamu dorong, yo adek sakit.”
Reksa diam sejenak. “Ya udah, kalau adek merebut lagi, besok tak anter ke kuburan terus tak tinggal.”
“Welah?!"
“Ojo merebut to, Dek! Nanti saya dorong sampai jatuh, lho!” ancam Reksa pada adeknya.
Sebelum semuanya menjadi gaduh, aku keluar kamar. “Weh, yo jangan gitu to, Mbak. Kalau kamu dorong, yo adek sakit.”
Reksa diam sejenak. “Ya udah, kalau adek merebut lagi, besok tak anter ke kuburan terus tak tinggal.”
“Welah?!"
![]() |
Berpose pakai kacamata ayah (12/9/2017) |
4. Ajarkan bernegosiasi
Saat anak bertengkar karena
mempermasalahkan suatu hal, mintalah mereka untuk berkompromi.
Ajarkan pada anak bagaimana berkompromi yang santun. Terus terang,
saya kurang begitu senang saat melihat Reksa mencoba mempengaruhi
Saka dengan menakut-nakutinya. Saya kemudian menjelaskan pada Reksa
bagaimana cara mempengaruhi orang lain dengan lebih baik. “Jika
kamu ingin adekmu mengikuti apa yang menjadi kemauanmu, unggulkan hal
baik apa yang bisa adek dapat saat menyetujui idemu,” saran saya
pada Reksa. Sejak itu, Reksa mulai bisa berkompromi dengan lebih
santun.
Cerita :
REKSA BELAJAR NEGOSIASI
Hampir tiap hari, Reksa bermain ke
rumah tetangga. Kalau mainnya sendirian saja, saya biarkan dia
berangkat dan pulang sendiri. Biasanya saya hanya berpesan agar
pulang jam sekian. Namun, jika Saka ingin ikut main juga, saya biasa
membuntutinya karena saya belum berani melepas Saka sendiri. Terutama
saat dulu Saka belum genap umur tiga tahun.
Meski sama-sama bermain ke rumah
tetangga, Reksa dan Saka mempunyai tujuan berbeda. Reksa lebih
memilih ke rumah Mbak Fala, teman mainnya. Sedangkan Saka lebih
memilih ke rumah Mbah Uwuh yang memiliki kambing. Saat melihat saya
menemani Saka bermain, Reksa sempat protes. Mengapa dia tidak
ditunggui? Saya katakan padanya bahwa Reksa sudah berumur 5 tahun.
Kami percaya Reksa bisa menjaga diri. Saka ditemani bunda karena dia
masih kecil. Besok jika Saka sudah bisa menjaga diri, dia tidak lagi
ditemani bunda.
Ternyata Reksa tidak kurang akal. Agar
punya teman, Reksa mencoba mempengaruhi Saka saat hendak bermain ke
rumah Mbah Uwuh.
“Dek,
ayo main ke rumah Mbak Fala aja,” bujuk Reksa.
“Emoh.
Saka mau ngasih
makan kambing,” jawab Saka sambil terus berjalan ke arah barat
menuju rumah Mbah Uwuh.
“Dek,
di rumah Mbak Fala ada egrang,
lho. Ada makanan enak-enak juga,” bujuk Reksa lagi.
Saka menoleh.
“Eh,
ada anak ayam cilik-cilik juga. Nanti disana ngasih
makan anak ayam. Ayo,
main ke rumah Mbak Fala dulu aja!” Reksa menunjuk ke rumah Mbak
Fala di sebelah utara rumah kami.
“Ayam
cilik? Ayo, Mbak!” Mendengar ada anak ayam baru menetas di rumah
Mbak Fala, Saka langsung berbelok arah ke utara.
Saya hanya tersenyum mendengar
percakapan mereka. Begitulah yang terjadi jika keduanya bermain ke
tetangga. Reksa selalu mencoba mempengaruhi adiknya agar mau ikut
dirinya main ke rumah Mbak Fala. Tentu saja agar bunda juga ikut
bersamanya.
5. Puji perilaku baik mereka
Meski kadang-kadang bertengkar, ada
kalanya anak-anak bermain bersama. Di saat seperti itu, apresiasilah
mereka. Saya biasa mengapresiasi dalam berbagai bentuk. Kadang berupa
pujian, seperti ucapan, “Wah, Mbak hebat, mau sabar mengajari adik
bernyanyi.” Kadang berupa ucapan terima kasih, seperti “Terima
kasih ya, Mbak, semalem sudah menjaga adek.” Maupun pelukan sambil
mengatakan “Love you, Mbak/Adek.” Anak-anak sangat senang saat
mereka diapresiasi seperti itu. Dan biasanya mereka akan berusaha
untuk lebih akur di kemudian hari.
Tips yang mantap, Mbak Maftu. Ada ceritanya pulaa, aplikatif sekali :)
BalasHapusTerima kasih, Mbak Kiki. Masih harus banyak belajar sama Mbak Kiki. 😍
Hapus