Langsung ke konten utama

DAY 2 : Tantangan 10 Hari Family Project


Nama Project : Jumat Peduli
Gagasan : Anak-anak cepat tumbuh. Pakaian yang dibeli belum lama, ternyata sudah tidak muat. Alhasil, saat ini banyak pakaian anak-anak yang menumpuk tak terpakai di lemari. Padahal kondisinya masih bagus dan layak pakai. Oleh karenanya, saya menawarkan pada anak-anak, bagaimana jika bajunya yang tidak terpakai dibagikan pada temannya.
Kalau Reksa (5y7m) langsung setuju karena dia sudah terbiasa berbagi. Sementara Saka (3y) agak keberatan kalau pakaiannya dibagikan. Hehe.. Setelah saya jelaskan, bahwa pakaian yang diberikan ke temannya adalah pakaian yang sudah tidak muat, Saka setuju. Apalagi setelah saya menyebut nama teman yang akan diberi pakaian. Saka langsung antusias.
Saka memasukkan baju pantas pakai ke dalam tas (11/8/2018)

Penanggung Jawab : Saka (Jenderal Peduli), Reksa dan Bunda (Anggota)
Waktu Pelaksanaan : Jumat, 11 Agustus 2017
Pelaksanaan : Berhubung, teman yang akan diberi pakaian adalah anak laki-laki, kami mempercayakan Saka sebagai PJ Project ini. Bunda dan Reksa sebagai anggotanya. Sebagai PJ, Saka berhak memilih pakaian mana yang akan diberikan. Meski yang tidak muat banyak, hanya pakaian yang pantas pakai saja yang kami berikan.
Melihat Saka memilihkan baju untuk temannya, Reksa ikut mengambil salah satu mainan Saka yang jarang dimainkan yakni kereta api. Reksa bilang ingin memberikan mainan tersebut. Bunda pun menyarankan agar bertanya terlebih dahulu pada Saka karena mainan itu adalah milik Saka. Bersyukur, Saka membolehkan. Jadilah, pada sore itu, Saka berbagi pakaian dan Reksa berbagi mainan. Walau yang dibagikan mainan adeknya juga. Hehe..
Sesampainya di rumah tetangga, Saka langsung mencari temannya. “Dek Nopa, ini.” ucap Saka sambil memberikan tas yang dibawanya. Saya pun menjelaskan pada Ibunya Nova mengenai apa yang dibawa Saka dan Reksa. Nova tampak senang, Saka dan Reksa juga. Dan ketiganya pun lantas bermain bersama tanpa perlu mengingat mana yang memberi dan mana yang diberi. Semuanya sejajar. Semuanya sama-sama membutuhkan. 

Reksa dan Saka berbagi pakaian dan mainan (11/8/2017)
 
Apresiasi : Kepedulian adalah nilai penting dalam keluarga kami. Kami ingin anak-anak tumbuh sebagai manusia yang peduli lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya, menumbuhkan kepedulian pada anak bagi keluarga kami, tidak harus menunggu momen-momen tertentu. Dan juga tidak harus dalam bentuk barang berharga.
Seperti berbagi pakaian pantas pakai jumat kemarin. Projectnya sederhana. Hanya memilih baju, memasukkannya ke dalam tas, dan mengantarnya ke tetangga. Meski sederhana, namun efeknya luar biasa. Anak-anak jadi lebih peduli saat melihat lingkungan sekitarnya. Tanpa diminta, anak-anak sering punya niatan memberikan atau meminjamkan barang miliknya ada teman dan suadaranya.
Awal-awal dulu saya memang mengapresiasi dalam bentuk pujian. Namun, akhir-akhir ini saya sering melewatkannya. Saya pikir anak-anak sudah bisa merasakan sendiri saat dirinya berbagi. Ketika berbagi, ada rasa bahagia yang tak terkatakan. Rasa itu teramat indah sehingga saya memilih untuk tidak menyandingkannya dengan pujian. 

Reksa dan Saka bermain bersama tetangga (11/8/2017)
 

#Day2
#Level3
#MyFamilyMyTeam
#KuliahBunsayIIP

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka saat

RANGKUMAN MATERI WEBINAR HOMESCHOOLING SESI 2

Lima bulan terakhir ini saya tertarik mempelajari model pendidikan homeschooling. Hari-hari saya berkutat dengan browsing dan browsing tentang apa itu homeschooling. Mengapa bisa begitu? Semua bermula dari kegelisahan saya saat masih tinggal dengan kakak perempuan saya yang mempunyai anak usia SD. Namanya Azkal (9 tahun). Setiap kali belajar bersama ibunya, setiap kali itu pula ia “ribut” dengan ibunya. Ibunya, kakak perempuan saya, merasa sejak duduk di kelas 3, Azkal susah sekali diajak belajar. Menurutnya, guru kelas Azkal kurang kreatif dalam mendidik. Seringkali hanya menyuruh anak mencatat materi pelajaran saja. Beberapa orang tua sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak sekolah. Sayangnya, keluhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan di pihak sang guru. Kondisi ini tidak berimbang dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari siswa Sebenarnya materi pelajaran untuk SD kelas 3 belum begitu rumit. Hanya saja, sang guru menggunakan acuan Lembar Kegiatan

Kehidupan Binatang Laut

Hari ketiga saya tidak mendongeng. Tetapi menceritakan tentang kehidupan makhluk hidup di laut. Kebetulan Saka senang sekali jika kami menceritakan tentang fakta unik binatang. Dimulai dari binatang laut seperti ikan lumba-lumba. Saya bercerita pada anak-anak, bahwa lumba-lumba berbeda dengan ikan lainnya. Dalam berkembang biak, dia tidak bertelur. Tetapi beranak. "Berarti ikannya hamil ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya." "Wah, podo Bunda," celetuk Saka. "Hehe..." Kami tertawa bersama. "Lumba-lumba juga menyusui, lho. Ada lubang di bagian bawah ikan yang bisa mengalirkan susu." jelas Saya. "Wah, keren, ya." Bu Lek Ida ikut takjub. "Kalau bernapas tidak menggunakan insang. Tapi menggunakan paru-paru. Makanya lumba-lumba sering muncul ke permukaan laut." "Lumba-lumba itu pinter ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya, pinter. Bisa berhitung." Perbincangan kami pun melebar hingga ke pertunjukan lumba-lum