Tantangan hari kedua komunikasi
produktif masih konsisten dalam upaya melatih kemandirian Saka.
Seperti pagi sebelumnya, Saka sudah mulai bisa makan sendiri. Tentu
saja saya masih membantu membuat gunung-gunung nasi kecil dan teriak
“DUER” saat Saka memasukkan nasinya ke mulut. Hehe..Saya memang
sengaja tidak terburu-buru memaksa Saka langsung mandiri agar dalam
proses pelatihannya menyenangkan.
Pada hari kedua ini, Saka juga sudah
terbiasa melepas dan memakai celana sendiri saat pipis di kamar
mandi. Kuncinya terletak pada saya sendiri untuk tetap stay cool
saat anak kesulitan melepas dan memakainya kembali. Saya cukup
sebagai pemandu sorak saja. Biarkan anak menghadapi kesulitannya
sendiri.
Melatih Saka Tanggung Jawab
Saat saya menjemur pakaian, Saka
bermain perang-perangan dengan Reksa. Entah bagaimana awalnya,
tiba-tiba Saka memuntahkan air minum yang ada di mulutnya. Maksudnya
ingin mengenai kakaknya tapi tidak kena karena kakaknya cepat
menghindar. Kejadian ini terjadi lebih dari sekali.
“Bunda, adek nyemproti,” Reksa
lari sambil teriak.
Saya melihat Saka mengejar kakaknya
sambil tertawa-tawa. “Dek, ampun nyemproti!seruku mencoba
mengendalikan Saka dari jauh. Namun, Saka tetap saja menyemprotkan
air minumnya.
Olala... saya lupa dengan materi
komunikasi produktif. Seharusnya saya mengganti kata-kata saya dengan
kata-kata positif. Namun, kondisi mendesak membuat ucapan yang
biasanya terlontarlah yang keluar. Ini catatan untuk saya agar ke
depannya saya bisa lebih positif dalam pemilihan kata-kata.
Seusai menjemur pakaian, saya melihat
air sirup muntahan Saka berceceran di lantai. Saya temui Saka dan
berbincang dengannya.
“Dek, sing muntahne air neng lantai
sinten?”
“Ata,” Saka menjawab dengan jujur.
“Mengko nek adek lewat lantai kui
terus kepleset tibo, piye? Sakit to?” Saya mencoba bertanya agar
Saka paham.
“Yak (ora),” jawab Saka cepat.
Welah, anak ini memang kalau menjawab
pertanyaan seenaknya. Hehe.. “Ayo, saiki dipel yo, Dek!”
“Moh!”
Rasanya pengen salto kalau menghadapi
Saka. Kalau diajak berbicara, matanya ditutup dan menjawab sekenanya.
Hehe... Oke, saya pun menempuh cara lain agar Saka mau bertanggung
jawab dengan perbuatannya. Saka suka banget dengan kereta. Oleh
karenannya, kereta selalu menjadi pintu masuk saat saya berbincang
dengannya.
“Dek, mau naik truk atau kereta
api?”
“Enta (kereta).”
“Yuk, naik kereta mriko terus ambil
lap pel, nggeh?” Saya berdiri seolah lokomotif yang siap berangkat.
Saka langsung ikut berdiri di belakangku.
“Naik kereta api. Tut.. tut...
tut...” Saya bernyanyi sambil berjalan menuju kain pel. Saka senang
hati mengikutiku di belakang. Sesampainya di tempat tujuan, saya
mengambil kain pel dan meminta Saka membersihkan air sirup bekas
muntahannya. Syukurlah, cara ini berhasil. Tak lupa, setelah Saka
selesai mengepel, saya memuji tindakannya.
“Sip! Saka tanggung jawab.”
![]() |
Saka mengepel lantai (1/6/2017) |
Reksa
Belajar Konsisten
Di usianya saat ini, Reksa (5 tahun)
sudah mandiri dalam kaitannya memenuhi kebutuhannya sendiri. Seperti
makan minum, berpakaian, mandi, BAB hingga menyiapkan keperluan
sekolah. Saya pun memutuskan untuk mulai melatihnya mempraktekkan
ketrampilan hidup. Adapun latihan pertama yang kami ajarkan adalah
menjemur pakaian. Jadi, saat saya menjemur pakaian, saya sengaja
menyisihkan pakaian Reksa di tempat terpisah. Di saat saya sudah
selesai menjemur, saya kemudian meminta Reksa untuk menjemur
pakaiannya sendiri.
Aktivitas ini mulai kami latihkan
kira-kira empat bulan yang lalu. Kuncinya lagi-lagi konsistensi orang
tua dalam mendisiplinkan aturan. Jika memang sejak awal orang tua
menetapkan bahwa menjemur pakaian adalah bagian dari tugas anak
sehari-hari, ya kita harus konsisten menegakkan aturan tersebut. Baik
dalam keadaan longgar maupun sibuk.
Namanya juga baru latihan, tentu saja
ada masa menguji kesabaran orang tua. Seperti yang terjadi kemarin.
Sementara saya mandi, saya meminta Reksa menjemur pakaian. Jadi,
saat saya selesai mandi, pakaian sudah dijemur. Tinggal main ke rumah
tetangga. Saya tidak harus menunggu. Tapi ternyata apa yang saya
minta, tidak dilaksanakan Reksa.
“Mbak, pakaiannya sudah dijemur
belum?” Saya sudah tahu kalau Reksa belum menjemur. Namun saya
tetap mencoba bertanya.
“Belum,” jawab Reksa santai.
“Lah jadi ke tempat Mbak Fala,
enggak?”
“Sido (jadi), Bunda,” Reksa
menjawab sambil ngeloyor pergi ke tempat menjemur pakaian.
Rupanya dia sudah tahu apa maksud
pertanyaan bundanya. Hehe.. syukurlah kalau sudah paham. Energi bunda
bisa disalurkan untuk yang lain.
![]() |
Reksa menjemur pakaian (1/6/2017) |
Amarah Membubarkan Segalanya
Pukul dua siang saya bermaksud keluar
bersama suami mencari keperluan rumah tangga. Sebelumnya saya sudah
bilang sama Reksa tentang rencana tersebut. Reksa malah bilang mau
berangkat mengaji bersama Mbak Fala pukul setengah tiga. Menurut
penangkapan saya, berarti Reksa tidak ikut keluar bersama kami. Ya
sudah, saya bilang sama dia kalau nanti minta tolong sama Om Heru,
suruh ngingetin Reksa kalau sudah mendekati jam setengah tiga.
Sayangnya, saat saya bilang ke Reksa, dia sedang asyik nonton
youtube. Jadi perhatiannya terpecah.
Nah, saat saya siap-siap hendak
berangkat, Reksa berada di kamar mandi. Saya, Saka dan Ayah keluar
hendak naik kendaraan. Tiba-tiba terdengar suara jeritan dari dalam
rumah.
“Bunda .. Bunda .. Melu..,” Reksa
menangis kencang sambil berlari keluar rumah.
“Ngopo, Mbak?” Saya bingung kenapa
tiba-tiba Reksa menangis. “Jare mau arep ngaji karo Mbak Fala?!
“Huhuhu.. Aku melu bunda. Mengko
ngajine dianter Bunda,” jawabnya masih terisak.
“La piye to? Nek arep ngaji yo ngaji
wae. La mau wis ditakoni bunda to? Jan bocah!” saya marah tak
terbendung. Teori komunikasi produktif bubar jalan. Kalau saya
langsung meninggalkan Reksa kok yo nggak tega. Tapi kalau nunggu dia
memakai baju juga kelamaan. Apalagi saat itu saya pergi bersama ayah.
“Nek nderek yo gek pakai baju!”
bentakku saking gregeten.
Saya menuju ke kamar bersama Reksa.
Tentu saja masih ngomel-ngomel nggak karuan.
“Tin..Tin.. Tin..” suara klakson
kendaraan ayah semakin membuat suasana panik.
“Ayo, gek cepet!” saya berjalan
keluar bersama Reksa yang baru memakai celana dan kaos dalam. Pakaian
dan jilbabnya ditentengnya.
“Reksa pengen melu gilo, Yah,”
Saya sampaikan alasan mengapa saya nggak segera masuk kendaraan.
“Jarene mau arep ngaji, kok saiki mendadak melu.” Kejengkelan
saya belum reda.
“Wuu..,” Ayah ikutan marah.
Menatap tajam Reksa yang masih terisak. “Yo nek wis janjian ngaji
karo Mbak Fala, yo ra oleh melu Ayah.” Ayah menasehati sambil mulai
mengemudikan kendaraan.
“Ho oh, Mbak. Mesakne Mbak Fala to.
Wis, turun sini aja ya?” Saya baru teringat bahwa anak juga harus
belajar menepati janji.
“Ya.” Reksa mengangguk.
Akhirnya Reksa turun di depan rumah
Mbak Fala. Kami melanjutkan perjalanan bersama Saka ke Wates.
Sepanjang perjalanan saya menyesal sudah membentak Reksa. Amarah
membubarkan segala nilai yang selama ini kuanut. Semoga ke depan saya
bisa lebih bijak dalam menghadapi anak-anak.
#level1
#day2
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar