Merawat
Ulat
Pagi hari saat saya menyetrika
pakaian, Reksa bermain bersama adeknya di luar rumah. Tiba-tiba Saka
melihat sesuatu dan berkata.
“Waa.. Apik. Mbak, ki apik,” Saka
menunjuk benda hitam di lantai.
Reksa datang mendatangi adiknya. “Opo,
Dek?” tanyanya sambil menunduk agar bisa melihat lebih jelas. “Weh,
kui luwing. Ampun, Dek. Ditaruh wae!”
“Luwing?!” Saka bingung.
Mendengar Reksa bilang “luwing”,
saya bergerak mendekati keduanya. “Oh, itu uler gagak (ulat gagak).
Nggak papa, nggak menggigit.”
“Oh, uler gagak. Kok koyo luwing?”
Reksa sudah tahu luwing. Memang bentuknya hampir sama dengan uler
gagak. Bedanya, uler gagak lebih kecil dan pipih. Kalau luwih, lebih
besar dan gemuk.
![]() |
Reksa dan Saka membuatkan rumah ulat (6/6/2017) |
“Memang mirip. Kalau luwing ki
berbahaya. Jangan dipegang. Kalau uler gagak, nggak papa dipegang.
Tapi lebih baik dilepas saja. Kasihan.” Saya berharap anak-anak
sayang binatang. Tidak mudah menyakiti karena binatang juga makhluk
Tuhan. Sama dengan kita.
“Iya, kasihan. Dilepas wae, Dek.
Ayo, dibuatin rumah,” ajak Reksa pada adeknya. Keduanya keluar
rumah bersama. Sibuk membuatkan rumah ulat.
“Bunda, ki lho rumahe uler,”
tunjuk Reksa pada lubang kecil di tanah depan rumah.
“Sempit ora kui, Mbak?” Saya
antusias dengan idenya.
“Ora, Bun. Itu lubangnya luas,”
Reksa membuka daun yang menutupi lubang tersebut. “Atasnya tak
tutupi daun biar nggak kepanasan.”
“Oya. Bagus idemu, Mbak.” Saya
memuji ide Reksa dengan tulus sambil mengangkat dua jempol. “Thumbs
up!”
“Yee..,” Reksa bertepuk tangan
senang. Saka yang ikut wira-wiri bantu kakaknya juga ikut gembira.
Alhamdulillah, saya senang dengan poin
“Fokus ke depan, bukan masa lalu” karena anak-anak jadi semakin
kreatif. Ditambah dengan “memuji secara detail dan tulus” turut
memacu kreativitas mereka berdu saat ini.
![]() |
Rumah ulatnya ditutupi daun agar tidak kepanasan (6/6/2017) |
Reksa, Asisten Bunda
Sebagai ibu yang full bekerja di
rumah, saya terkadang lelah. Bukan hanya lelah fisik, namun juga
lelah mental. Terlebih saat menghadapi anak-anak yang susah diajak
kerjasama. Dalam kondisi seperti itu, saya bersyukur ada Reksa yang
selalu siaga menjadi asisten bunda. Seperti saat Saka minta minum,
minta lihat youtube atau minta dianter ke kamar mandi.
Sehari kemarin Reksa sangat membantu
Bunda. Terkadang saya sengaja minta tolong. Tapi kadang Reksa sendiri
yang berinisiatif membantu Saka tanpa saya minta.
“Ayo, Dek. Karo Mbak wae,” ajaknya
pada adiknya saat Saka merengek minta dianter Bunda ke kamar mandi.
“Yoh,” Saka mengikuti ajakan
kakaknya.
Sesampainya di kamar mandi, Saka
pipis sendiri. Reksa hanya mengawasinya dari luar. Setelah Saka
selesai pipis, kulihat Reksa melongok ke kamar mandi.
“Diguyur pipise, Dek!”
“Yoh.”
“Terus cawik.”
“Yoh.”
“Sip, Dek. Pinter!” puji Reksa
pada adiknya.
Lantas kulihat keduanya berjalan
keluar dari kamar mandi. “Jos, Mbak Reksa. Makasih ya Mbak, sudah
membantu, Bunda.” Saya memuji Reksa sambil memeluknya. Reksa senang
diberi tugas menjadi asisten. Bunda sanang kerjaannya terkurangi.
“Dek, sesok maneh nek bunda repot,
njaluk dikancani mbak wae, ya.” ujar Reksa pada adiknya.
“Yoh,” jawab Saka mantap.
Saya bersyukur, kehadiran Reksa sangat
membantu pekerjaan bunda. Sebagai anak yang gemar merawat dan
memperhatikan orang lain, kepercayaan dan pujian tulus dari kami,
membuatnya semakin merasa berarti.
Ayah Marah Lagi
Kalau tidak dicicil sedikit demi
sedikit, saya tidak akan selesai menulis laporan tantangan 10 hari
komunikasi produktif. Oleh karenanya, saat anak-anak makan, saya
ingin melanjutkan menulis. Baru saja lima menit membuka laptop, ayah
bangun dan keluar kamar.
“Mbok diresiki rumahe ki, Bunda,”
suruh ayah dengan nada kesal.
“Oalah, Yah. Pengene ki yo rumah
bersih terus. Tapi karena ada anak-anak yang saban hari mainan ya
mestine rumah ki kotor barang.” Bukannya lekas beberes rumah, saya
malah ngedumel (ngomel).
“Saya baru saja buka laptop. Yo wislah.”
Awalnya saya merasa jengkel kalau
disuruh seperti itu. Lama kelamaan saya berpikir, mungkin saya yang
belum bisa atur waktu sehingga ayah sampai marah. Oke, mulai detik
ini saya bertekad untuk memanajemen kembali pekerjaan saya agar
kejadian serupa tak terulang lagi.
#level1
#day7
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar