Langsung ke konten utama

DAY 4 : Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif


Kartu Ucapan dari Reksa
Pagi hari selepas shubuh, saya beres-beres rumah. Dimulai dari melipat baju, menatanya hingga memasukkan ke almari. Melihat saya sedang melipat baju, Reksa ikut nimbrung. Dia melihat kaos baru ayah yang masih terbungkus plastik di tumpukan baju.
Bun, kaos-e ayah kok diplastiki maneh?” tanya Reksa sambil mulai membuka plastik kaos tersebut.
Saya hampir saja mau melarang Reksa membuka plastik tersebut karena sebelumnya dia membuka dan tidak mengembalikannya seperti semula. Namun, saya mencoba menahan diri untuk tidak melarang. Akan lebih baik jika saya bertanya terlebih dahulu mengapa dia ingin membukanya lagi.
Iya. Memange mau dipakai untuk apa, Mbak?”
Kertase arep tak nggo aktivitas, Bun.” Reksa mengeluarkan kertas pembatas yang ada di dalam kaos.
Oh, yo, wis.” Saya membolehkan karena alasannya jelas.
Saya kemudian melanjutkan lipat melipat baju. Di tengah-tengah pekerjaan tersebut, Reksa tiba-tiba bertanya.
Bun, huruf “n” ki piye le nulis?” tanyanya sambil memegang kertas dan bolpoin.
Oh, begini lho, Mbak.” Saya mencontohkan huruf “n” dengan menggunakan telunjuk.
Reksa kemudian menulis huruf “n” di kertasnya. Dia bertanya lagi bagaimana menulis huruf “d”, “s”, “y” dan “g”. Saya penasaran mengetahui apa yang sedang dikerjakan Reksa. Namun, dia tak membolehkan saya melihatnya.
Le nulis, aku sayang bunda, piye, Bun?” tanya Reksa kebingungan.

Kartu Ucapan dari Reksa (3/6/2017)

Saya mengajarinya menulis huruf per huruf hingga terangkai kalimat yang diinginkan Reksa. Namun karena Reksa menulis kata “bunda” terlebih dahulu, jadilah susunan kalimatnya bukan “aku sayang bunda” tetapi, “bunda aku sayang”. Hehe.. Setelah menghiasinya dengan gambar hati, balon, matahari dan awan, Reksa menyerahkan kartu ucapannya kepadaku. Alhamdulillah. Saya sangat mengapresiasi inisiatif, kreativitas dan curahan kasih sayangnya.
Bersyukur saya tadi tidak langsung melarangnya membuka plastik kaos ayah. Dengan fokus ke depan dan bukan melihat masa lalu, komunikasi saya dengan anak menjadi lebih produktif.

Ikut Bunda atau Ayah?
Tanggal 3 Juni 2017 keluarga kami bersama empat tetangga mendapat giliran memberi takjilan di Musholla dekat rumah. Seperti ramadhan tahun lalu, kelompok kami memutuskan untuk memasak nasi kotak di rumah Mbak Fala. Menjelang siang hari, saya bersama dengan anak-anak ikut rewang (membantu memasak). Mulai dari mengeklip kertas kotak nasi, mengiris sayuran hingga mengaduk makanan.
Awalnya Saka sangat antusias ikut rewang. Apalagi di tempat tersebut, Saka bisa bermain bersama anak-anak tetangga lainnya. Namun, lama-kelamaan Saka mulai rewel. Saka minta minum, minta makan, berebut mainan hingga minta pulang ke rumah. Saya jadi tidak enak sama tetangga karena bolak-balik merepotkan. Akhirnya saya pun mengajaknya pulang. Sesampainya di rumah, Saka langsung tidur. Saya kembali rewang ke rumah tetangga.
Pukul dua siang, ayah mengirim pesan kalau Saka bangun. Saya pun bergegas ke rumah. Menemani Saka makan siang, lantas mengajaknya ikut rewang lagi. Di tempat rewang, Saka tidak punya teman. Dia mulai rewel minta mie, agar-agar dan mentimun. Terakhir dia minta BAB di rumah. Tidak mau BAB di toilet tetangga. Jadilah saya mengantar Saka ke rumah dulu, kemudian kembali lagi ke rumah tetangga.
Adek nderek Bunda atau di sini sama Ayah? Kalau ikut Bunda yo nggak ngajak pulang. Bunda bantu-bantu di sana.” Saya memberi pilihan kepadanya agar tak repot wira-wiri.
Nderek Ma (Ikut Bunda).”
Ya, boleh. Ning ampun rewel, nggeh?” kataku padanya.
Memberi pilihan pada anak seperti yang disampaikan dalam materi komunikasi produktif Kulian Bunda Sayang IIP memang benar sudah saya praktekkan. Tapi oh tapi, saya masih tanpa sadar menggunakan kata negatif seperti kalimat yang saya tebalkan di atas. Sang anak bukannya anteng, malah jadi rewel beneran. Setelah dua kali bolak-balik ke rumah, kembali saya balik lagi ke rumah mengantar Saka. Kali ini saya sudah menekadkan diri untuk tegas dalam bertindak.
Saka nderek Ayah, nggeh? Bunda harus bantu-bantu menata nasi,” ucapku pada Saka setelah meminta kesediaan ayah menjaga Saka.
Yoh,” jawabnya mantap.
Alhamdulillah. Setelah bolak-balik rumah yang kelima kalinya, saya bisa tenang rewang di rumah tetangga. Anak pun damai bersama ayahnya. 
 
#level1
#day4
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka ...

KRAAAK!

Oleh : Maftuha Jalal Semua penghuni laut sedang sibuk di taman terumbu karang. Ada yang menghias panggung dengan ganggang dan rumput laut. Ada yang latihan paduan suara. Ada juga yang latihan menari dengan diiringi tabuhan cangkang kerang. Namun, ada satu yang tidak bergabung. Dia adalah Lolo Lobster. Lolo Lobster duduk di rumahnya. Matanya menatap sedih ke arah bajunya yang robek. “Bagaimana bisa menari jika bajuku robek begini,” ratap Lolo. Dia teringat latihan-latihannya selama ini. Dia berharap bisa tampil menari di perayaan hari laut sedunia esok hari. Tapi, tadi sewaktu akan berangkat latihan, tanpa tahu kenapa bajunya tiba-tiba robek. Sayup-sayup Lolo mendengar suara cangkang kerang ditabuh. Wah, latihannya sudah mulai. Aduh, bagaimana ini? Aku harus mencari cara agar bisa tetap ikut latihan, pikirnya dalam hati. Dia pun berjalan ke arah lemari. Tapi saat baru menggerakkan tubuhnya ... “ KRAAAK” terdengar sebuah suara di bagian bawah tubuhnya. Lolo melihat ke...

RANGKUMAN MATERI WEBINAR HOMESCHOOLING SESI 2

Lima bulan terakhir ini saya tertarik mempelajari model pendidikan homeschooling. Hari-hari saya berkutat dengan browsing dan browsing tentang apa itu homeschooling. Mengapa bisa begitu? Semua bermula dari kegelisahan saya saat masih tinggal dengan kakak perempuan saya yang mempunyai anak usia SD. Namanya Azkal (9 tahun). Setiap kali belajar bersama ibunya, setiap kali itu pula ia “ribut” dengan ibunya. Ibunya, kakak perempuan saya, merasa sejak duduk di kelas 3, Azkal susah sekali diajak belajar. Menurutnya, guru kelas Azkal kurang kreatif dalam mendidik. Seringkali hanya menyuruh anak mencatat materi pelajaran saja. Beberapa orang tua sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak sekolah. Sayangnya, keluhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan di pihak sang guru. Kondisi ini tidak berimbang dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari siswa Sebenarnya materi pelajaran untuk SD kelas 3 belum begitu rumit. Hanya saja, sang guru menggunakan acuan Lembar Kegiatan ...