"Alia, jangan lupa bekalnya
dibawa, Sayang,” kata Bunda mengingatkan Alia sesaat sebelum dia
berangkat sekolah.
“Ya, Bunda. Makasih..” jawab
Alia sambil menerima bekal makanan yang sudah disiapkan Bunda. Alia
membuka bekal makanannya. Ada nasi putih, orak-arik brokoli, nugget
kesukaannya dan buah pisang. Oh ya, satu lagi, susu segelas.
Sejujurnya Alia paling malas kalau
harus membawa bekal makanan ke sekolah. Lihat saja, dia harus ribet
membawa dua tas. Satu tas ransel yang berisi buku dan peralatan
belajarnya, satu lagi tas makanan yang harus dia tenteng.
Pernah suatu kali Alia protes pada
Bunda. Alia meminta uang jajan lebih saja dibanding mesti repot
membawa bekal. Tapi apa jawaban Bunda?
“Alia, Bunda bisa saja memberimu
uang lebih, tapi Bunda khawatir dengan makanan yang ada di luar,
Sayang. Tidak semuanya higienis. Bagaimana kalau nanti Alia malah
sakit perut? Lagian, kamu kan tinggal memilih bekal yang kamu sukai
di warung,” jelas Bunda menasehati Alia.
Keluarga Alia memang sudah lama
memiliki usaha warung makan. Letaknya berada di samping rumahnya.
Berbagai jenis masakan dijual di warung makan tersebut. Khususnya
masakan khas jogja, seperti gudeg dan masakan jawa.
Mendengar nasehat Bundanya, Alia
tidak berani membantah. Toh semuanya juga untuk kebaikan dirinya.
Hanya saja Alia agak tidak enak hati dengan teman-temannya. Setiap
kali temannya mengajak makan di luar, setiap kali itu pula dia
menjawabnya dengan jawaban yang sama. “Maaf, aku sudah bawa bekal
dari rumah.”
Yang membuat Alia jengkel
akhir-akhir ini, Bowo sering meledeknya dengan sebutan anak
angkringan. Kalian tau angkringan kan? Itu lho, penjual makanan dan
minuman yang ada di pinggir jalan. Kalau pernah berlibur ke Jogja,
kalian akan temukan angkringan hampir di sepanjang jalan. Apalagi
pada malam hari.
Kalau hanya dipanggil dengan sebutan
anak angkringan, Alia sih tidak masalah. Tapi kalau sudah
menjelek-jelekkan warung makannya, Alia jelas tidak terima.
Pagi hari sesampainya di sekolah.
“Anak angkringan, makan dengan
menu apa hari ini? Tempe ya? Hahaha..” Bowo mulai meledek saat
Alia memasuki ruang kelas. Kawan sekelompoknya pun ikut tertawa.
“Tempe itu tinggi proteinnya tau..
Kalau pengen, bilang aja. Tak perlu ngledek gitu knapa?” Alia sewot
menanggapi Bowo.
“Alia.. Sudah, tak usah didengar
apa kata Bowo,” bisik Riana meredam kemarahan Alia. Ditariknya
tangan Alia menjauh dari tempat Bowo dan kawan-kawannya bergerombol.
Alia menghela nafas. Berusaha
menahan marahnya. “Tidak ada gunanya meladeni ledekan Bowo,”
batin hatinya menguatkan diri.
Saat bel sekolah berbunyi dua kali,
anak-anak berhamburan menuju lapangan sekolah. Bersiap-siap mengikuti
upacara bendera. Alia beserta tim “dokter kecil”nya berdiri di
barisan paling belakang. Mereka bertugas sebagai tim penolong apabila
ada peserta upacara yang sakit dan tidak kuat mengikuti upacara.
Cuaca yang sangat terik membuat
peserta upacara gerah. Beberapa anak perempuan yang tidak kuat
memilih mundur dan berteduh di bawah pohon.
“Gedebuk!” Suara berdebum
terdengar dari barisan tengah kelas V. Ternyata ada anak yang
pingsan. Alia beserta timnya segera bergegas menuju arah suara
tersebut. Kerumunan anak-anak yang ingin menolong agak menyulitkan
jalannya.
“Bowo!” Alia kaget saat melihat
anak yang tak sadarkan diri itu ternyata Bowo. Wajahnya pucat pasi,
kelihatan sangat letih.
“Alia, siapkan tandu! Kita
pindahkan Bowo ke UKS,” perintah Pak Husni, pengarah Tim Dokter
Kecil SD Insan Mulia tegas. “Anak-anak lainnya tetap mengikuti
upacara sampai akhir.”
Dibantu teman se-timnya, Alia
mengangkat dan meletakkan Bowo ke atas pandu. Lantas mereka pun
menggotongnya ke UKS. Bowo ditidurkan di atas kasur. Sabuk yang
melingkar di pinggangnya dikendorkan agar ia bisa bernapas lebih
longgar. Sepatu dan kaus kakinya dilepas.
Alia mengolesi leher dan kening Bowo
dengan minyak. Berharap semoga segera siuman. Dia merasa iba melihat
kondisi Bowo.
“Uhh...” Bowo menggumam.
Samar-samar melihat sekelilingnya. Wajahnya terlihat agak bingung.
“Syukurlah.. Kamu baik-baik saja
Bowo?” tanya Alia saat melihat Bowo mulai siuman.
“Eh.. Iya, baik.” jawab Bowo
lirih. Bowo berusaha bangkit dari tidurnya. Tangannya memegang
kepala. Pening.
“Tiduran aja. Badanmu masih lemah”
ucap Alia. “Minumlah!” Alia menyodorkan segelas air putih.
Bowo agak enggan menerimanya. Namun
karena kerongkongannya kering, gelas dari tangan Alia diterimanya.
“Oya, belum sarapan kan? Makanlah
bekalku, biar maghmu tidak kambuh,” ujar Alia sambil meletakkan
bekal makanannya di samping tempat tidur Bowo.
Bowo semakin tidak enak hati dengan
perlakuan baik Alia.
“Aku tinggal dulu ke kelas ya.
Jangan khawatir, kamu sudah kuijinkan wali kelas kok,” kata Alia
sambil berjalan menuju pintu.
“Alia!” panggil Bowo sesaat
sebelum Alia berbelok meninggalkan ruang UKS.
Alia menoleh. “Ya??”
“Makasih, ya. Maaf, tadi aku sudah
mengolok-olokmu,” ucap Bowo tulus.
Alia tersenyum. “Sama-sama,”
jawabnya. Ada sesuatu yang membuat dadanya terasa lebih lega. Entah
apa. Yang jelas Alia merasa hari ini lebih menyenangkan dari
biasanya.
Komentar
Posting Komentar