Langsung ke konten utama

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL


 













Judul Buku : Misteri Anak Jagung
Penulis : Wylvera Windayana
Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia
Cetakan : I, Januari 2013
Tebal Buku : 200 halaman
Harga : Rp. 48.000,-


Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada?
Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka saat keduanya mengenal Aldwin, seorang anak indigo yang memiliki teman imajiner bernama Robin. Namun, rasa ingin tahu Gantari yang besar malah membuatnya dan Aldwin terjebak dalam ladang jagung yang terbakar. Pada saat yang bersamaan, Robin muncul secara nyata di hadapan keduanya. Bagaimanakah nasib Gantari dan Aldwin selanjutnya? Siapa sebenarnya si Anak Jagung yang misterius itu?
Sebuah cerita yang mendebarkan dan membuat penasaran pembacanya. Pilihan penulis mengambil sudut pandang orang pertama tunggal, seolah mengajak pembaca bertualang bersama sang tokoh. Sambil bertualang, pembaca diajak menyelami sosok seperti apakah anak indigo itu. Selain mengenalkannya melalui penggambaran karakter tokoh Gantari dan Aldwin, penulis menjelaskan lebih rinci lagi tentang karakter anak indigo melalui tokoh Mrs. Elia (hal. 134-138 dan 167-170).
Pengambilan Urbana, Amerika sebagai setting novel ini menjadi daya tarik tersendiri. Pengalaman penulis yang pernah tinggal di Urbana berhasil membuat setting cerita dengan detail dan memikat. Bukan hanya keteraturan apartemen dan keindahan bukit saljunya yang tergambar jelas, juga sistem pendidikan yang humanis (hal. 3-5 dan hal. 18-19) dan kehidupan petani Amerika yang terhormat (hal. 72-73) teramu dengan manis, sehingga menambah wawasan pembacanya.
Novel misteri penulis selain novel ini adalah Misteri Hantu Bertopeng. Menyesuaikan target pembacanya anak usia SD, jalan cerita Misteri Hantu Bertopeng memang jauh lebih sederhana dibanding Misteri Anak Jagung. Satu hal yang menyamakan keduanya adalah kekuatan karakter tokohnya. Sayangnya, dalam Misteri Hantu Bertopeng, tokoh penunjangnya tidak tampil maksimal seperti tokoh penunjang dalam Misteri Anak Jagung. Setting ceritanya juga tak semenarik dalam Misteri Anak Jagung.
Pada bagian tertentu novel ini memang akan menimbulkan pertanyaan di benak pembacanya. Terutama bab yang menceritakan tentang pertemuan antara Gantari, Aldwin dan Robin di ladang jagung (hal. 151-158). Sesuatu yang berada di luar nalar manusia. Namun, penulis berhasil menjawabnya dengan apik di dua bab terakhir. Satu hal ganjil yang perlu dikaji ulang penulisnya adalah saat Ibu Aldwin mengetahui ternyata Aldwin berbohong perihal keberadaan Robin di rumahnya (hal. 56-57). Bukti yang digunakan ibu Aldwin ialah dua gelas bekas sirup yang baru saja terpakai. Bukankah Robin itu tokoh imajiner Aldwin? Mengapa minuman yang menjadi buktinya? Sesuatu yang masuk dalam kategori dimensi fisik.
Namun, secara keseluruhan novel ini memang istimewa. Bacaan bergizi yang tidak hanya baik dibaca oleh remaja. Namun juga orang tua. Semoga harapan penulis agar pembaca lebih memahami anak indigo terwujudkan. Sehingga kejadian seperti yang dialami Robin tidak terulang lagi.

Referensi :
Wylvera Windayana, Misteri Hantu Bertopeng, Bandung: Dar! Mizan. 2013.

Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Resensi Buku Anak Paber yang diselenggarakan Forum Penulis Bacaan Anak

Komentar

  1. Terima kasih ya, sudah memberikan resensi yang apik buat novelku ini. Untuk kritik di bagian yg disebutkan di atas menjadi masukan untuk pengkajian ulang di novel-novel berikutnya nanti. Penulis terlupa melogikakan tentang dua gelas bekas sirup itu. Sekali lagi terima kasih. ;)

    BalasHapus
  2. Hihihi.. Sama-sama Mbak Wylvera. Senang meresensi buku MAJ. Terus terang, saya agak kesulitan mencari mana yang perlu dikritik. Hehe.. Jadinya begitu. Semoga buku selanjutnya lebih dahsyat.

    BalasHapus
  3. Keren mbak maftuha, pantas dilirik sama juri nih *ups

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Mbak Sri Widiyastuti. Dilirik Mbak jg dah seneng banget.Hihi... Makasih dah berkenan mampir.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membuat Hasta Karya Bentuk Hati

Kehadiran teman, sering memicu kreativitas anak-anak. Seperti sore beberapa hari yang lalu. Mbak Septi, tetangga kami main ke rumah. Sudah pasti anak-anak sangat senang. Berbagai permainan mereka mainkan. Mulai dari permainan fisik seperti naik sepeda hingga permainan imajinatif seperti bermain peran. Setelah lelah bermain, sore itu anak-anak mengambil kertas warna. "Bikin love, Yuk!" ajak Mbak Septi. Maksudnya bikin bentuk hati dari kertas warna. "Ayuk," Reksa mengambil kertas dan spidol. Keduanya lantas menggambar bentuk hati di atas kertas warna. Setelah selesai menggambar, keduanya pun mengguntingnya. Tertarik dengan aktivitas keduanya, saya pun ikut membuat bentuk hati. Saya menggunakan teknik yang berbeda dengan anak-anak. Setelah selesai menggunting, saya perlihatkan karya saya pada anak-anak. "Nih, buatan Bunda. Kanan kirinya sama kan?" Reksa dan temannya mengamati hasil karya saya. "Iyae, Bun." "Biar sama, cara bikinnya d...

Pohon Singkong dan Pohon Padi

Memulai langkah pertama memang selalu berat. Termasuk dalam game level 10 kelas Bunsay kali ini. Selalu saja ada alasan bagi saya untuk menunda memulainya. Ya tidak enak badanlah, ya anak sudah tidurlah dan sebagainya. Dan dengan kekuatan bulan, akhirnya saya memaksa diri untuk memulai day 1. Sore hari saat anak-anak tiduran di kamar, saya memberitahu mereka bahwa bundanya ingin mendongeng. "Asyiiik," pekik Reksa dan Saka senang. "Nanti kalau bagus, Reksa bilang bagus ya, Bun." Reksa berinisiatif menjadi jurinya. "Ya. Seumpama kurang bagus, bilang kurang bagus, ya." "Oke." "Judulnya pohon singkong dan pohon padi," Saya memulai cerita dengan menyebut judul dongeng itu. Dikisahkan dalam dongeng tersebut, pohon singkong sedang bersedih karena manusia tidak suka makan singkong. Manusia lebih suka makan nasi. Padahal, sebelum pohon padi sebanyak sekarang, dulu kan manusia makannya singkong. Kenapa sekarang mereka tidak suka singkon...