Setelah
mendapatkan materi komunikasi poduktif di kelas Bunda Sayang IIP,
kami mendapat tantangan selama 10 hari untuk mempraktekkannya.
Tulisan di bawah ini adalah catatan dari praktek tersebut sebagai
bahan dokumentasi dan evaluasi keluarga kami. Pelaksanaan tantangan
dimulai tanggal 31 Mei 2017
Ajang
Melatih Kemandirian Saka
Meski sudah berumur 2,5 tahun, Saka
belum bisa mandiri dalam memakai baju dan makan. Tentu saja
permasalahannya ada pada saya yang kurang tegas dalam mendiplinkan
anak. Saat anak merengek minta disuapi, terkadang saya luluh. Saat
anak menangis karena tidak mau mengenakan celana sendiri, saya
gregeten dan ambil mudahnya saja. Saya kenakan celananya, “sreeet..”
dan selesai. Hehehe.. Nah, tantangan 10 hari ini saya gunakan
sebagai ajang melatih kemandirian Saka.
Dimulai pagi hari saat Saka minta
dibuatkan susu coklat milik ayah. Sesuai kesepakatan lama, anak-anak
boleh minum susu segelas sehari. Tidak boleh lebih karena kalau lebih
biasanya anak-anak jadi malas makan nasi. Akibat selanjutnya yang
biasa saya temui, anak-anak jadi diare. Untuk kesepakatan ini saya
pun harus konsisten.
Setelah membuatkan susu, saya
berbincang dengan anak-anak.
“Ma, Ata mimik sesok? (Ma, Saka
mimik susu lagi, besok?”) Saka bertanya kepadaku.
“Iya. Le mimik susu sesok maneh.
Sesok esok nek wis tangi bobok. Nek kakean ndak mencret” jawabku.
“Bun, ayah kok mimike banyak (sehari
kadang lebih dari segelas)?” protes Reksa.
“Ayah kan sing gadhah susune?”
timpalku tanpa pikir panjang.
“Lah, nek Reksa duwe susu, berarti
boleh banyak?!”
DUENG. Rupanya jawabanku tadi kurang
tepat. “Eh, ayah ki boleh mimik susu banyak karena ayah besar. Nek
Mbak Reksa karo adek kan badannya kecil, ya mimike lebih sedikit dari
ayah. Segelas semene iki wis cukup.”
“Oh.. “ Reksa bisa menerima
keteranganku.
Belajar
Makan Sendiri
Setelah selesai mimik susu, keduanya
lantas makan pagi. Nah, momen ini saya gunakan untuk melatih Saka
agar makan sendiri. Saya meniru trik kakak ipar saya saat melatih
anaknya makan sendiri dengan membuat gunung-gunung dari nasi. Saya
buatkan Saka gunung-gunungan nasi kecil yang isinya orak-arik telur.
“Dek, maem dewe, ya? Iki didamelke
Bunda gunung kecil-kecil,” ucapku tegas.
“Gunung?” Saka mulai tertarik
dengan nasi yang kubentuk gunung kecil.
“Iya. Gununge njebluk mboten?”
biasanya anak-anak suka bermain “pura-pura”. Saya pun pura-pura
memperlakukan gunung nasi ini seperti gunung beneran.
“Ho oh. Njebluk, Ma,” ucap Saka
antusias.
Tanpa adegan nangis, kemarin pagi Saka
mulai ambil gunung nasinya sendiri. Saat nasi sudah masuk di
mulutnya, saya teriak “DUER” seolah-olah gunung meletus. Hehe..
Saka senang sekali. Sayapun ikut gembira. Reksa yang awalnya anteng
makan sendiri kemudian ikut nimbrung. Dia pun minta dibuatkan gunung
kecil seperti adeknya. Dan saya kebagian sebagai tukang teriak
“DUER”. Hehehe.. Pada adegan ini saya sempat merekam keduanya
dalam bentuk foto dan video.
Belajar
Membereskan Mainan
Alhamdulillah, dua tantangan sudah
terlewati. Momen selanjutnya adalah saat anak-anak mandi pagi.
Berhubung selama ramadhan anak-anak libur sekolah, saya membolehkan
keduanya mandi agak lama. Sebenarnya mandinya tidak lama. Main di
kamar mandinya yang lama. Hehehe.. Mereka membawa mainan plastik
seperti ikan dan lego, kemudian dimasukkan ke dalam ember. Biasanya
Reksa langsung memulai siarannya persis seperti Aisyah Hanifah,
youtuber cilik yang sering dilihatnya.
“Halo teman-teman. Ketemu lagi
bersama saya, Reksasanti Buwana. Hari ini saya akan bermain ikan.
Yee...”
Saya sampai hapal dengan kalimat yang
diucapkan Reksa karena hampir setiap hari dia konser. Hehe..
Tantangan yang dihadapi pada momen ini adalah kadang mereka lupa
tidak membereskan mainan setelah selesai mandi. Nah, kali ini saya
bilang sejak awal sebelum mandi agar mereka ingat.
“Mbak, boleh mainan di kamar mandi
anggere diberesi.”
“Oke, Bunda.” Reksa sepakat.
Setelah keduanya selesai mandi, saya
mengecek apakah mereka sudah membereskan mainan ataukah belum. Dan
tara... ternyata mereka tidak membereskannya. Saya pun meminta Reksa
untuk membereskannya sebelum berpakaian. Reksa kemudian mengajak
adeknya membereskan bersama. Setelah selesai, Reksa bilang ke saya
kalau sudah beres. Saya coba mengecek kamar mandi. Alhamdulillah,
memang sudah tidak ada lagi mainan.
Belajar Memakai Pakaian Sendiri
Tantangan untuk konsisten minum susu
segelas, makan dan beberes mainan sudah terlewati. Tantangan
selanjutnya adalah melatih Saka mengenakan baju dan celana sendiri.
Kalau mengenakan baju, Saka memang masih dibantu karena hampir semua
baju Saka adalah kaos yang agak sempit. Saya hanya menunjukkan lubang
tangan, sementara Saka sendiri yang memasukkan tangannya. Untuk
celana, saya berharap dia sendiri yang memakainya.
“Dek, ngagem celana sendiri, nggeh.
Sini, duduk dulu,” Saya menyuruhku duduk.
Saka malah “gojek” sama Reksa.
Sepertinya tidak mendengar suara saya. Baiklah, saya ulang ucapan
saya.
“Saka... Saka..” saya memanggilnya
agar dia mendekat. Saya menghadap ke wajahnya.
“Saka duduk mriki,”
Saka menuruti. Dia duduk dihadapanku.
Saya menaruh celana di depannya.
“Celananya dipakai, nggeh. Gi terowongane..” saya menunjuk lubang
kaki.
“Ho oh” Saka mulai tertarik.
“Ayo, keretanya lewat. Jes..jes....
jes..” ucapku memberi aba-aba.
Saka lantas memasukkan kaki kanannya
ke lubang celana. Sementara saya mengiringinya dengan suara “jes
jes jes ngook..” Kemudian ganti kaki kiri. Kembali saya mengirinya
dengan suara “jes jes jes ngoook..”. Hehehe..
“Waa.. hebat. Kereta sudah masuk
terowongan. Yuk, saiki diangkat,” Saya meminta Saka berdiri dan
mengangkat celana bagian depan. Sedang saya membantu mengangkat
bagian belakang. Alhamdulillah, kereta selamat sampe tujuan. Hehehe..
#level1
#day1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar