Langsung ke konten utama

AUDISI PENARI


“Nak, seminggu lagi kerajaan akan mengadakan audisi penari muda berbakat. Bersiap-siaplah untuk mengikutinya. Siapa tahu dari kalian ada yang terpilih,” ujar Mak Midah kepada ketiga puterinya.
“Tentu Mak. Langit juga sudah mendengar berita itu dari tetangga. Semoga Langit bisa menjadi salah satu penari yang terpilih,” jawab Langit, anak pertama Mak Midah, menentramkan hati Emaknya.
Langit memang pintar menari. Gerakannya luwes dan indah. Berbagai jenis tarian kerajaan sudah dikuasainya. Dia pun sering didaulat menari setiap ada acara kesenian di desanya.
“Semoga Nak.. Mak, bangga kepadamu”, ucap Mak Midah. “Bagaimana denganmu Bumi?”
“Aku juga pasti ikut Mak.. Setahun lebih Bumi menunggu kesempatan ini. Mak bisa lihat sendiri kan, bagaimana Bumi latihan selama ini?” ujar anak kedua tidak mau kalah. Seperti Langit, Bumi juga pandai menari. Meski tidak seluwes kakaknya, namun Bumi sangat piawai menciptakan kreasi tarian baru. Terbangnya kupu-kupu bisa menjadi inspirasi lahirnya tarian kupu-kupu ala Bumi.
“Iya, Nak! Mak pun bangga kepadamu. Kamu sangat pekerja keras. Seperti almarhum Bapakmu,” puji Mak Midah pada Bumi. Ada butiran bening air di sudut matanya yang mulai keriput. Baginya, melihat Bumi seperti melihat suaminya dalam sosok lain.
“Giliran Kamu Nak. Mak ingin dengar pendapatmu”, tanya Mak Midah pada anak ketiganya.
“Mak, Mbak Langit sama Mbak Bumi pasti cantik kalau Banyu yang meriasnya. Ya kan Mbak?” ucap Banyu tidak menjawab pertanyaan Mak-nya. Banyu memang berbeda dengan kedua kakaknya. Saat kedua kakaknya sibuk berlatih menari, Banyu memilih merias diri di depan cermin. Saat melihat pertunjukan tari di balai desa, bukan tarian yang dilihatnya, namun baju dan dandanan penari yang dia perhatikan.
“Iya, tapi kamu tetap ikut audisinya kan?” Langit bertanya balik.
“Hmmm.. Banyu gampang lupa gerakan tari. Yang kemarin Mbak Langit ajarkan saja, Banyu sudah lupa,” Banyu mencari alasan agar dia tidak ikut audisi.
Mak Midah hanya tersenyum.
“Terserah Kau Nak. Mak tidak memaksa. Hanya jika hatimu memanggil, ikutilah!” saran Mak Midah kepada Banyu.


Hari pelaksanaan audisi pun tiba. Ternyata peserta audisi penari di Kerajaan Buwana sangat banyak. Langit dan Bumi yang sengaja berangkat pagi saja mendapat nomor antrian ke sembilan puluh delapan dan sembilan puluh sembilan. Mereka memang hanya mengambil dua nomor antrian karena Banyu memutuskan untuk tidak ikut audisi. Meski tidak ikut audisi, Banyu tetap mengantar kedua kakaknya. Bahkan sejak awal, Banyu lah yang paling repot menyiapkan segala perlengkapan menari untuk kakaknya. Mulai dari kostum, peralatan rias, aksesoris, hingga peralatan yang digunakan untuk menari.
“Mbak, piring sama lilinnya sudah Banyu siapkan”, ujar Banyu sambil meletakkan piring dan lilin di dekatnya. “Aduh, kosmetiknya sudah mulai luntur. Aku benahi dulu Mbak.” Banyu segera mengambil peralatan rias dan mulai membenahi riasan Langit. Langit hanya tersenyum geleng-geleng kepala melihat kehebohan adiknya. Namun dia menurut saja. Rias-merias memang keahlian adik bungsunya. Dalam hati dia bersyukur mempunyai adik seperti Banyu yang pandai merias.
“Mbak Bumi, mahkota dan sayapnya dicek dulu!” ujar Banyu kepada Bumi sambil terus membenahi riasan Langit. “Nanti biar Bumi yang bantu memakainya.”
“Iya, Banyu Sayang... Ih, bawel banget adikku yang satu ini,” jawab Bumi. “Perasaan yang mau ikut audisi aku sama Mbak Langit. Kenapa yang repot jadi adikku yang cantik ini ya??”
“Yah, kemenangan Mbakku berdua adalah kemenanganku juga kan?” balas Banyu sambil cengengesan.
“Oke deh, adikku Sayang. Sip!” ucap Bumi sambil mengacungkan dua jempol ke arah Banyu.


Setelah menunggu cukup lama, giliran Langit pun akhirnya tiba. Langit menari tari lilin. Sebuah tari yang mengisahkan tentang seorang gadis yang ditinggal tunangannya berdagang mencari harta. Semasa peninggalan tunangannya tersebut, si gadis kehilangan cincin. Dan ia pun mencari cincin sampai larut malam menggunakan lilin yang diletakkan di atas piring.
Langit menari dengan luwesnya. Sambil membawa lilin, ia meliuk ke kiri dan ke kanan. Membongkok ke depan dan menengadah sebagai tanda berdoa. Meski dibawa bergerak dan berputar-putar, lilin tetap menyala.
“Mmm.. Ya, sudah cukup!” ujar Puteri Ashanti sambil mengangkat tangan memberi kode agar Langit berhenti menari. Jelas saja Langit kaget. Tarian belum selesai. Namun ia harus menghentikannya. Langit pun mengucap terima kasih dan keluar dengan wajah menunduk.
Giliran selanjutnya adalah Bumi. Meski setahun lebih dia mempersiapkannya, namun dia gemetaran juga. Baru pertama kali ini dia menari di hadapan Puteri Ashanti.
“Saya Bumi Puteri. Saya ingin menari tari Elang.” ucap Bumi memperkenalkan diri.
“Tari dari daerah mana ya? Sepertinya saya belum pernah dengar,” tanya Puteri Asanti agak bingung.
“Tari kreasi saya sendiri. Semoga Puteri berkenan,” ucap Bumi santun.
“Bagus. Menarilah, saya tidak sabar melihat tarianmu.”
Ya, Bumi memang menari tari kreasinya sendiri. Tari “Elang”. Tari yang mengisahkan tentang perjuangan burung elang kecil meraih mimpinya untuk bisa terbang tinggi. Gerakannya ke kiri dan ke kanan. Sangat bersemangat. Sayap di lengannya dikepak-kepakkan dengan indahnya.
“Oke. Saya kira cukup,” potong Puteri Ashanti sebelum Bumi selesai menari. Sebagaimana Langit, Bumi pun kaget. Dia belum selesai menari. Namun harus berhenti.
“Bumi, apakah penari sebelum Kamu itu Saudaramu?” tanya Puteri Asanti tiba-tiba.
“Benar, Puteri. Saya kesini bertiga. Kakak Saya, Langit. Saya sendiri dan Adik saya, Banyu.” jawab Bumi bingung dengan pertanyaan Puteri Ashanti.
“Panggilkan kedua Saudaramu kesini.” perintah Puteri Ashanti kepada Bumi.
Bumi makin bingung. Ada apakah gerangan? Apa yang salah dengan kami bertiga? Adakah tarian kami tidak berkenan di hati Puteri Ashanti? Pikirnya dalam hati. Namun ia segera melaksanakan apa yang diperintahkan. Tidak lama kemudian ketiga bersaudara itu sudah menghadap Puteri Asanti.
“Tidak ada yang perlu kalian khawatirkan. Saya hanya meminta kalian bertiga untuk pulang menemui orang tua kalian,” ucap Puteri Asanti kepada ketiganya.
Wajah Langit dan Bumi menjadi pias. Badan keduanya menjadi lemas seketika. Harapannya untuk bisa menjadi penari kerajaan pupus. Banyu yang saat itu ikut membantu kedua kakaknya juga ikut bersedih.
“Terima kasih Puteri. Terima kasih sudah memberi kesempatan kami untuk mengikuti audisi ini. Mungkin saat ini kami memang belum pantas menjadi penari kerajaan,” jawab Langit sekaligus mewakili adiknya.
Puteri Ashanti tersenyum mendengar penuturan Langit. “Maksudku kalian bertiga pulang dan menjemput orang tua kalian. Jika kalian tidak keberatan, tinggallah bersama kami di kerajaan. Saya sangat berharap kalian bisa membantu kami memajukan kerajaan. Terutama dari sisi budayanya,” ujar Puteri Ashanti memperjelas perintah sebelumnya.
Langit, Bumi dan Banyu terkesiap mendengarnya. Seperti tersiram air es. Ada kesejukan yang mengalir di badannya. Ketiganya saling bertatapan. Bahagia bercampur haru.
“Kalian keluarga yang hebat! Saling membantu satu sama lain. Langit, sudah lama aku mendengar bakat menarimu. Kamu memang piawai menari,” puji Puteri Ashanti.
“Terimakasih Puteri,”
“Sedang Kamu Bumi.. selain berbakat menari, kamu juga punya bakat mencipta tarian. Tarian yang kamu cipta juga tidak biasa. Sangat inspiratif. Kerajaan membutuhkan penari-penari sepertimu,” kali ini Bumi yang mendapat pujian.
“Dan kamu Banyu...” Puteri Ashanti melihat ke arah Banyu.
Banyu kaget. Tak disangkanya Puteri Ashanti memanggil namanya.
“Kamu kan yang merias dan menyiapkan semua perlengkapan tari Kakakmu?” tanya Puteri Ashanti.
“Benar Puteri,” jawab Banyu gugup.
“Polesan riasmu sederhana. Tapi indah dan alami. Saya harap kamu mau menjadi juru rias kerajaan.” ujar Puteri Ashanti kemudian.
“Terimakasih Puteri. Tentu Banyu bersedia” jawab Banyu seketika.
Setelah mengucapkan terima kasih, ketiganya segera pamit Puteri Ashanti agar bisa secepatnya menyampaikan kabar bahagia ini kepada Emaknya. Langkah mereka bertiga terasa ringan dan semakin ringan. Seolah ada sayap di kiri kanan tubuhnya. Seperti elang kecil yang hendak terbang tinggi meraih mimpinya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka saat

RANGKUMAN MATERI WEBINAR HOMESCHOOLING SESI 2

Lima bulan terakhir ini saya tertarik mempelajari model pendidikan homeschooling. Hari-hari saya berkutat dengan browsing dan browsing tentang apa itu homeschooling. Mengapa bisa begitu? Semua bermula dari kegelisahan saya saat masih tinggal dengan kakak perempuan saya yang mempunyai anak usia SD. Namanya Azkal (9 tahun). Setiap kali belajar bersama ibunya, setiap kali itu pula ia “ribut” dengan ibunya. Ibunya, kakak perempuan saya, merasa sejak duduk di kelas 3, Azkal susah sekali diajak belajar. Menurutnya, guru kelas Azkal kurang kreatif dalam mendidik. Seringkali hanya menyuruh anak mencatat materi pelajaran saja. Beberapa orang tua sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak sekolah. Sayangnya, keluhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan di pihak sang guru. Kondisi ini tidak berimbang dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari siswa Sebenarnya materi pelajaran untuk SD kelas 3 belum begitu rumit. Hanya saja, sang guru menggunakan acuan Lembar Kegiatan

Menyusun Rencana Project

Latar Belakang Saya senang membaca buku humor. Saya senang membaca cerita teman yang lucu dan mengundang tawa. Saya senang bercengkerama dengan orang yang mudah bahagia. Mengapa? Karena saya jadi ikut bahagia. Oleh sebab kesenangan saya tersebut, saya pun jadi mudah bahagia. Saat membalas chat teman, saya selalu berusaha mengemas tulisan saya dengan bahagia. Saat menulis status maupun membalas komentar di social media, saya selalu menulisnya dengan bahasa yang menyenangkan. Menurut teman-teman, saya mudah sekali membuat mereka tertawa. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang ibu, saya sering menjumpai percakapan atau kejadian lucu di keluarga kami. Sebagian percakapan tersebut sudah saya tuliskan di akun FB. Sebagian belum saya tulis. Nah, melalui Ruang Berkarya Ibu, saya ingin mengoptimalkan potensi saya di bidang tulis menulis cerita lucu melalui project "Ngakak Everyday" Nama Project Ngakak Everyday : Kumpulan Cerita Lucu Rumah Jingga Tujuan 1. Mendokume