Langsung ke konten utama

Menciptakan Reading Time Lebih Asyik dan Bermakna


Kelas Bunda Sayang Batch#2 IIP sudah mulai masuk sejak seminggu yang lalu. Setelah mengamati gaya belajar anak pada game level 4, kali ini kami ditantang untuk menstimulasi anak agar suka membaca. Meski membaca bukanlah hal baru bagi keluarga kami, tantangan kali ini kami jalani dengan berbagai kebaruan agar anak-anak semakin senang membaca. Apakah kebaruan yang coba kami hadirkan dalam tantangan ini?
Pertama, membuat pohon literasi untuk masing-masing anggota keluarga. Pohon literasi adalah pohon yang kami buat dari kertas asturo dan kardus bekas sebagai penyemangat kami untuk terus membaca. Seharusnya ada empat pohon yang kami buat karena anggota keluarga kami ada empat, namun kali ini kami hanya membuat tiga pohon saja yakni pohon untuk Reksa, Saka dan saya sendiri. Saat ini, ayah tidak kami buatkan pohon karena kurang tertarik mengikuti game ini, meski saya tahu ayah pun membaca artikel di sela-sela waktunya bekerja.

Reksa menggunting kertas untuk membuat pohon literasi
Jika sudah selesai membaca, maka kami berhak menuliskan judul buku yang kami baca ke dalam kertas lingkaran kecil-kecil yang kami buat. Karena tidak semua buku selesai kami baca sekaligus, adakalanya kami akan menulis satua atau beberapa bab cerita yang kami baca. Untuk saya yang baru bisa membaca beberapa halaman dalam sehari, maka saya akan menuliskan judul buku beserta halaman berapa sampai berapa. Setelah menuliskannya, kertas lingkaran tersebut kami tempelkan ke masing-masing pohon literasi kami.
Kedua, membacakan buku dengan sepenuh hati. Loh, terus kemarin itu membacakan anak tidak sepenuh hati? Terpaksa saya menjawab pertanyaan ini dengan jawaban “Ya, kadang-kadang”. Kemarin saya memang berusaha membacakan buku setiap waktu. Bukan hanya saat menjelang tidur saja. Namun, juga saat siang hari atau sore hari selepas anak-anak bermain. Tetapi, saya tidak menyangkal jika ada masa dimana saya tidak sepenuh hati membacakan buku. Seperti saat banyak kerjaan rumah tangga dan saat lelah sudah mendera.
Dalam tantangan ini, saya berkomitmen untuk membacakan buku dengan sepenuh hati. Kalaupun ternyata esok anak-anak meminta baca buku di saat saya lelah, saya akan menceritakan kondisi saya yang sesungguhnya pada anak-anak. Saya akan tetap membacakan buku meski sebentar. Anak-anak pasti akan mengerti kondisi bundanya. Jika sudah fresh, saya akan membacakan buku lebih lama dari sebelumnya.

Reksa dan Saka berpose di depan pohon literasi
Ketiga, mendengarkan celoteh anak dengan antusias. Ada satu hal yang menyentak kesadaran saya saat mendapatkan materi “Menstimulasi Anak Suka Membaca”. Yaitu tentang tahapan-tahapan yang perlu dilalui anak sebelum mereka terampil membaca. Tahapan tersebut adalah keterampilan mendengarkan dan ketrampilan berbicara. Saya ingin anak-anak bukan saja terampil membaca, tetapi juga terampil dalam mendengarkan (menyimak) dan terampil berbicara dengan baik. Mendengarkan celoteh anak saat reading time dengan antusias adalah salah satu cara agar mereka terampil mendengarkan dan berbicara. Kedua ketrampilan ini menjadi landasan yang kuat dalam membangun ketrampilan membaca.
Demikian tiga kebaruan yang ingin saya wujudkan dalam tantangan ini. Harapannya, tiga kebaruan ini bisa menjadikan sesi reading time dalam keluarga kami lebih asyik dan bermakna. Bagaimana dengan keluarga Bunda? Kebaruan apa yang sudah Bunda ciptakan agar sesi reading time menjadi lebih asyik dan bermakna?
#KuliahBunsayIIP
#ForThingsToChangeIMustChangeFirst 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Kelompok 8 : Ketika Anakku Jatuh Cinta

Tantangan Perkembangan seksualitas masa kini yang lebih cepat Gaya pacaran yang semakin berani Minimnya pendampingan orang tua, baik karena sibuk atau “kalah” dengan anak Lingkungan pergaulan yang semakin bebas Penyebab Naluri Cinta Terlalu Dini Tontonan baik melalui TV, medsos maupun gadget Haus kasih sayang karena ortu sibuk bekerja Lingkungan Pendidikan Seks (dalam Ulwan, 2007) Fase pertama (tamyiz usia 7-10 tahun), pada masa ini ajari anak tentang etika meminta izin dan memandang sesuatu. Fase kedua (murahaqah usia 10-14 tahun). Pada masa ini hindarkan anak dari berbagai rangsangan seksual. Fase ketiga (baligh, usia 14-16 tahun). Jika anak sudah siap menikah, pada masa ini anak diberi adab tentang mengadakan hubungan seks. Dititiktekankan pada menjaga diri dan kemaluan dari perbuatan tercela apabila belum siap menikah. Peran Ortu mendampingi anak menuju aqil baligh : Dikatakan aqil : dewasa mental, dipengaruhi pendidikan, bertanggung jawab, mandiri, pera...

Kehidupan Binatang Laut

Hari ketiga saya tidak mendongeng. Tetapi menceritakan tentang kehidupan makhluk hidup di laut. Kebetulan Saka senang sekali jika kami menceritakan tentang fakta unik binatang. Dimulai dari binatang laut seperti ikan lumba-lumba. Saya bercerita pada anak-anak, bahwa lumba-lumba berbeda dengan ikan lainnya. Dalam berkembang biak, dia tidak bertelur. Tetapi beranak. "Berarti ikannya hamil ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya." "Wah, podo Bunda," celetuk Saka. "Hehe..." Kami tertawa bersama. "Lumba-lumba juga menyusui, lho. Ada lubang di bagian bawah ikan yang bisa mengalirkan susu." jelas Saya. "Wah, keren, ya." Bu Lek Ida ikut takjub. "Kalau bernapas tidak menggunakan insang. Tapi menggunakan paru-paru. Makanya lumba-lumba sering muncul ke permukaan laut." "Lumba-lumba itu pinter ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya, pinter. Bisa berhitung." Perbincangan kami pun melebar hingga ke pertunjukan lumba-lum...

Pohon Singkong dan Pohon Padi

Memulai langkah pertama memang selalu berat. Termasuk dalam game level 10 kelas Bunsay kali ini. Selalu saja ada alasan bagi saya untuk menunda memulainya. Ya tidak enak badanlah, ya anak sudah tidurlah dan sebagainya. Dan dengan kekuatan bulan, akhirnya saya memaksa diri untuk memulai day 1. Sore hari saat anak-anak tiduran di kamar, saya memberitahu mereka bahwa bundanya ingin mendongeng. "Asyiiik," pekik Reksa dan Saka senang. "Nanti kalau bagus, Reksa bilang bagus ya, Bun." Reksa berinisiatif menjadi jurinya. "Ya. Seumpama kurang bagus, bilang kurang bagus, ya." "Oke." "Judulnya pohon singkong dan pohon padi," Saya memulai cerita dengan menyebut judul dongeng itu. Dikisahkan dalam dongeng tersebut, pohon singkong sedang bersedih karena manusia tidak suka makan singkong. Manusia lebih suka makan nasi. Padahal, sebelum pohon padi sebanyak sekarang, dulu kan manusia makannya singkong. Kenapa sekarang mereka tidak suka singkon...