Langsung ke konten utama

Agar Kaki Tidak Sakit

"Bun, ini kupakai, ya!" kata Reksa sambil menunjukkan keset pada saya.
"Ya. Mau dipakai buat apa?"
"Nananina," jawab Reksa asal.
Ampun, batin saya mendengar jawaban Reksa. Mmm... Mungkin dipakai buat mainan rumah-rumahan, pikir saya.

"Wih, susah banget digunting," keluh Reksa sambil menenteng keset.
Mendengar kata gunting, otomatis saya menoleh. "Loh, kenapa digunting?" tanya saya ingin tahu. Yah, sebagai emak irits, saya masih eman kalau keset itu digunting-gunting tidak jelas untuk apa.
"Mau tak taruh di pedal. Biar kakiku nggak sakit," jelas Reksa.
Oh, saya baru paham mengapa Reksa mau menggunting keset. Ternyata mau dipakai buat bantalan pedal. "Ya pakai kain yang tidak terpakai. Kalau keset susah digunting, Mbak. Lagian kesetnya masih dipakai."

Reksa mencari ke lemari kamarnya. Beberapa saat kemudian dia sudah menenteng celana pendek yang sudah tidak dipakainya. "Ini, Bun?"
"Ya. Boleh."
Reksa kemudian menggunting celana itu. Dia agak kesulitan saat menggunting kain yang tebal. Saya pun membantunya.
"Ini sudah bisa jadi dua bantalan," kata saya menjelaskan.
Reksa berniat menggunting dengan posisi vertikal. "Kalau ngguntingnya seperti itu susah diikat di pedal, Mbak. Mending seperti ini." Saya menunjuk ke arah horizontal.
Reksa diam sejenak. "Bukannya nanti diplester, Bun?"
"Kalau diplester, kurang kuat. Mending diikat." Saya memberi saran.
"Oh. Ya." Reksa kemudian menggunting dengan cara horizontal. Setelah selesai, dia pun beranjak keluar hendak mengikat kain itu di pedal. "Susah je, Bun."
Saya keluar membantunya mengikat kain ke pedal. "Nah, sekarang dicoba!"
Reksa mencoba menaiki sepeda tanpa sandal. "Ora sakit, Bun."
"Syukurlah."

Saya senang melihat Reksa punya inisiatif sendiri membuat bantalan pedal agar kakinya tidak sakit. Refleksi untuk saya sendiri, supaya besok tidak terlalu banyak memberi saran. Alangkah lebih baiknya jika saya bertanya tentang berbagai pilihannya. Dari pertanyaan itu, kreativitas Reksa akan lebih tergali.

#Tantangan10Hari
#Level9
#KuliahBunsayIIP
#ThinkCreative

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka ...

Membuat Hasta Karya Bentuk Hati

Kehadiran teman, sering memicu kreativitas anak-anak. Seperti sore beberapa hari yang lalu. Mbak Septi, tetangga kami main ke rumah. Sudah pasti anak-anak sangat senang. Berbagai permainan mereka mainkan. Mulai dari permainan fisik seperti naik sepeda hingga permainan imajinatif seperti bermain peran. Setelah lelah bermain, sore itu anak-anak mengambil kertas warna. "Bikin love, Yuk!" ajak Mbak Septi. Maksudnya bikin bentuk hati dari kertas warna. "Ayuk," Reksa mengambil kertas dan spidol. Keduanya lantas menggambar bentuk hati di atas kertas warna. Setelah selesai menggambar, keduanya pun mengguntingnya. Tertarik dengan aktivitas keduanya, saya pun ikut membuat bentuk hati. Saya menggunakan teknik yang berbeda dengan anak-anak. Setelah selesai menggunting, saya perlihatkan karya saya pada anak-anak. "Nih, buatan Bunda. Kanan kirinya sama kan?" Reksa dan temannya mengamati hasil karya saya. "Iyae, Bun." "Biar sama, cara bikinnya d...

MELUNCUR DI ATAS JAHE

“Teeet! Teeet! Teeet!” Suara bel berbunyi tiga kali. Tanda ujian berakhir. “ Alhamdulillah...”, ucapku pelan. Lega rasanya ujian semester ini telah berakhir. Bergegas aku mengumpulkan lembar jawaban ke depan. Ternyata aku yang paling akhir. Setelah mengambil tas, aku duduk di samping kursi Maikah. “Mai, aku dengar kabar dari kelas 6, liburan ini kita akan diajak outbond ke Gua Pindul lho..” bisikku pada Maikah. Sudah menjadi kesepakatanku dengan Maikah, pada masa-masa ujian seperti sekarang ini, pantang bagi kami berdua membahas soal ujian sekolah. Maikah menoleh. “Oya? Asyik dong! Jadi pengen beli gatot sama tiwul.” “Ah, kau! Makanan aja yang diingat,” kucubit perut Maikah yang semakin buncit. Maikah memasukkan peralatan tulis ke dalam tas. “Memang sudah pasti ke Gua Pindul?” tanya Maikah ragu-ragu. Aku mengedikkan bahu. “Yah, semoga aja” Topik tentang liburan semester memang selalu hangat dalam perbincangan kami. Sudah seminggu kami sekelas membincangkan topi...