Langsung ke konten utama

Bekal Alia



Alia, jangan lupa bekalnya dibawa, Sayang,” kata Bunda mengingatkan Alia sesaat sebelum dia berangkat sekolah.
Ya, Bunda. Makasih..” jawab Alia sambil menerima bekal makanan yang sudah disiapkan Bunda. Alia membuka bekal makanannya. Ada nasi putih, orak-arik brokoli, nugget kesukaannya dan buah pisang. Oh ya, satu lagi, susu segelas.
Sejujurnya Alia paling malas kalau harus membawa bekal makanan ke sekolah. Lihat saja, dia harus ribet membawa dua tas. Satu tas ransel yang berisi buku dan peralatan belajarnya, satu lagi tas makanan yang harus dia tenteng.
Pernah suatu kali Alia protes pada Bunda. Alia meminta uang jajan lebih saja dibanding mesti repot membawa bekal. Tapi apa jawaban Bunda?
Alia, Bunda bisa saja memberimu uang lebih, tapi Bunda khawatir dengan makanan yang ada di luar, Sayang. Tidak semuanya higienis. Bagaimana kalau nanti Alia malah sakit perut? Lagian, kamu kan tinggal memilih bekal yang kamu sukai di warung,” jelas Bunda menasehati Alia.
Keluarga Alia memang sudah lama memiliki usaha warung makan. Letaknya berada di samping rumahnya. Berbagai jenis masakan dijual di warung makan tersebut. Khususnya masakan khas jogja, seperti gudeg dan masakan jawa.
Mendengar nasehat Bundanya, Alia tidak berani membantah. Toh semuanya juga untuk kebaikan dirinya. Hanya saja Alia agak tidak enak hati dengan teman-temannya. Setiap kali temannya mengajak makan di luar, setiap kali itu pula dia menjawabnya dengan jawaban yang sama. “Maaf, aku sudah bawa bekal dari rumah.”
Yang membuat Alia jengkel akhir-akhir ini, Bowo sering meledeknya dengan sebutan anak angkringan. Kalian tau angkringan kan? Itu lho, penjual makanan dan minuman yang ada di pinggir jalan. Kalau pernah berlibur ke Jogja, kalian akan temukan angkringan hampir di sepanjang jalan. Apalagi pada malam hari.
Kalau hanya dipanggil dengan sebutan anak angkringan, Alia sih tidak masalah. Tapi kalau sudah menjelek-jelekkan warung makannya, Alia jelas tidak terima.
Pagi hari sesampainya di sekolah.
Anak angkringan, makan dengan menu apa hari ini? Tempe ya? Hahaha..” Bowo mulai meledek saat Alia memasuki ruang kelas. Kawan sekelompoknya pun ikut tertawa.
Tempe itu tinggi proteinnya tau.. Kalau pengen, bilang aja. Tak perlu ngledek gitu knapa?” Alia sewot menanggapi Bowo.
Alia.. Sudah, tak usah didengar apa kata Bowo,” bisik Riana meredam kemarahan Alia. Ditariknya tangan Alia menjauh dari tempat Bowo dan kawan-kawannya bergerombol.
Alia menghela nafas. Berusaha menahan marahnya. “Tidak ada gunanya meladeni ledekan Bowo,” batin hatinya menguatkan diri.

Saat bel sekolah berbunyi dua kali, anak-anak berhamburan menuju lapangan sekolah. Bersiap-siap mengikuti upacara bendera. Alia beserta tim “dokter kecil”nya berdiri di barisan paling belakang. Mereka bertugas sebagai tim penolong apabila ada peserta upacara yang sakit dan tidak kuat mengikuti upacara.
Cuaca yang sangat terik membuat peserta upacara gerah. Beberapa anak perempuan yang tidak kuat memilih mundur dan berteduh di bawah pohon.
Gedebuk!” Suara berdebum terdengar dari barisan tengah kelas V. Ternyata ada anak yang pingsan. Alia beserta timnya segera bergegas menuju arah suara tersebut. Kerumunan anak-anak yang ingin menolong agak menyulitkan jalannya.
Bowo!” Alia kaget saat melihat anak yang tak sadarkan diri itu ternyata Bowo. Wajahnya pucat pasi, kelihatan sangat letih.
Alia, siapkan tandu! Kita pindahkan Bowo ke UKS,” perintah Pak Husni, pengarah Tim Dokter Kecil SD Insan Mulia tegas. “Anak-anak lainnya tetap mengikuti upacara sampai akhir.”
Dibantu teman se-timnya, Alia mengangkat dan meletakkan Bowo ke atas pandu. Lantas mereka pun menggotongnya ke UKS. Bowo ditidurkan di atas kasur. Sabuk yang melingkar di pinggangnya dikendorkan agar ia bisa bernapas lebih longgar. Sepatu dan kaus kakinya dilepas.
Alia mengolesi leher dan kening Bowo dengan minyak. Berharap semoga segera siuman. Dia merasa iba melihat kondisi Bowo.
Uhh...” Bowo menggumam. Samar-samar melihat sekelilingnya. Wajahnya terlihat agak bingung.
Syukurlah.. Kamu baik-baik saja Bowo?” tanya Alia saat melihat Bowo mulai siuman.
Eh.. Iya, baik.” jawab Bowo lirih. Bowo berusaha bangkit dari tidurnya. Tangannya memegang kepala. Pening.
Tiduran aja. Badanmu masih lemah” ucap Alia. “Minumlah!” Alia menyodorkan segelas air putih.
Bowo agak enggan menerimanya. Namun karena kerongkongannya kering, gelas dari tangan Alia diterimanya.
Oya, belum sarapan kan? Makanlah bekalku, biar maghmu tidak kambuh,” ujar Alia sambil meletakkan bekal makanannya di samping tempat tidur Bowo.
Bowo semakin tidak enak hati dengan perlakuan baik Alia.
Aku tinggal dulu ke kelas ya. Jangan khawatir, kamu sudah kuijinkan wali kelas kok,” kata Alia sambil berjalan menuju pintu.
Alia!” panggil Bowo sesaat sebelum Alia berbelok meninggalkan ruang UKS.
Alia menoleh. “Ya??”
Makasih, ya. Maaf, tadi aku sudah mengolok-olokmu,” ucap Bowo tulus.
Alia tersenyum. “Sama-sama,” jawabnya. Ada sesuatu yang membuat dadanya terasa lebih lega. Entah apa. Yang jelas Alia merasa hari ini lebih menyenangkan dari biasanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka saat

Kehidupan Binatang Laut

Hari ketiga saya tidak mendongeng. Tetapi menceritakan tentang kehidupan makhluk hidup di laut. Kebetulan Saka senang sekali jika kami menceritakan tentang fakta unik binatang. Dimulai dari binatang laut seperti ikan lumba-lumba. Saya bercerita pada anak-anak, bahwa lumba-lumba berbeda dengan ikan lainnya. Dalam berkembang biak, dia tidak bertelur. Tetapi beranak. "Berarti ikannya hamil ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya." "Wah, podo Bunda," celetuk Saka. "Hehe..." Kami tertawa bersama. "Lumba-lumba juga menyusui, lho. Ada lubang di bagian bawah ikan yang bisa mengalirkan susu." jelas Saya. "Wah, keren, ya." Bu Lek Ida ikut takjub. "Kalau bernapas tidak menggunakan insang. Tapi menggunakan paru-paru. Makanya lumba-lumba sering muncul ke permukaan laut." "Lumba-lumba itu pinter ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya, pinter. Bisa berhitung." Perbincangan kami pun melebar hingga ke pertunjukan lumba-lum

Bunda Belajar Mendongeng

Tadi siang saya mencoba belajar mendongeng. Pendengarnya hanya Saka karena Reksa sedang main ke rumah tetangga. Tidak memakai alat peraga. Cara mendongengnya pun tidak umum karena saya sambil tiduran di atas karpet. Saya memulai cerita tentang seekor binatang bernama “tokek”. “ Dek Saka, ngerti suarane tokek nggak?” Pertanyaan ini saya lontarkan, agar Saka paham tentang tokoh dalam dongeng yang akan saya ceritakan. Saka diam. “ Suarane meong-meong po yo?” “ Enggak. Itu suara.. Suara yang ada di rumah simbah. Suara kucing, yo” balas Saka. “ Oh, iyo yo. Suara kucing. Nek suara tokek ki seperti apa, dek?” Saka diam lagi. “ Suarane ki tekeeek-tekeeek.” “ Oh, suara itu, Ma. Aku ngerti. Pernah dengar suara itu di rumah lama,” ungkap Saka. Saya pun kemudian melanjutkan cerita tentang si tokek yang sedang berangkat ke sekolah. Dia berangkat jalan kaki saja. Tidak dianter sama bundanya. “ Kok nggak pake motor, Ma?” tanya Saka heran. “ Ya kan biar se