Langsung ke konten utama

DAY 9 : Tantangan 10 Hari Melatih Kemandirian Anak

Orang tua adalah kunci utama keberhasilan anak dalam meraih kemandirian. Loh, bagaimana bisa? Jika orang tua sudah selesai dengan semua urusannya, anak relatif mudah menjalani tantangan kemandiriannya. Permasalahannya, jika orang tua belum selesai dengan urusannya, sedikit banyak anak akan direpotkan dalam ketidakteraturan jadwal orang tua. Catatan ini adalah refleksi dari kejadian hari jumat (21/7/2017).
Berhubung minggu ini saya sedang dikejar deadline belajar menulis dari kelas yang saya ikuti, hampir sehari semalam saya berada di depan laptop. Memikirkan bagaimana menemukan ide yang menarik diangkat. Merangkai kata agar ide tersebut bisa tertuang dalam tulisan sehingga mudah dipahami oleh anak-anak sebagai pembaca pemula. Padahal waktu terus berlari tak kenal henti membuat pikiran saya kalut. Kesabaran saya yang biasanya sepanjang usus, tiba-tiba sependek sumbu kompor. Hahaha..

Reksa dan Saka saling memotret bergantian berhubung emaknya lagi kalut. Hehe.. (21/7/2017)

Saya jelas tidak menghendaki kondisi psikis saya ini berimbas pada anak-anak. Tapi kenyataannya, saya tetap belum bisa memilahnya. Saat anak-anak minta ditemani bermain, pikiran saya kalut dengan tulisan yang belum rampung. Saat anak-anak tak juga lekas mandi dan bersiap ke sekolah, sumbu kompor dalam diri saya langsung meledak sebelum api dinyalakan. Hehe.. Anaka-anak jadi mudah rewel karena hal sepele dan tulisan saya pun jadi nggak maksimal. Rugi bandar, Maaak! Huhuhu..

Saka dipotret sama kakaknya menggunakan HP saya. Emaknya lagi ruwet. Hehe.. (21/7/2017)

Memang benar bahwa anak-anak tetap menjalani latihan kemandirian yang sudah saya jadwalkan. Memang benar bahwa saya juga ikut berperan dalam melatih kemandirian mereka. Namun, jika pikiran tidak seratus persen, hasilnya memang jadi tidak indah seratus persen. Reksa jadi terlambat beres-beres kamar, mengembalikan piring ke rak dan menjemur pakaian. Saka juga jadi rewel karena saya menuntutnya segera makan dan berpakaian. Tak kompromi dengan hal-hal yang biasanya saya masih toleransi.
Kondisi ini bukan hanya anak-anak yang menanggung ruginya, tetapi saya sendiri. Saya jadi tidak bisa menjalani hari-hari bersama anak dengan lebih menyenangkan seperti sebelumnya. Saya juga tidak bisa menulis dengan segenap hati dan pikiran sehingga hasilnya tidak memuaskan. Saya jadi tidak bisa bertumbuh dan bahagia seperti yang saya cita-citakan sebagai seorang ibu rumah tangga. Semoga, refleksi ini menjadi pengingat saya agar menata hidup menjadi lebih teratur. Amin.

#Level2
#BunsayIIP
#MelatihKemandirian
#Tantangan10hari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka ...

Review Kelompok 8 : Ketika Anakku Jatuh Cinta

Tantangan Perkembangan seksualitas masa kini yang lebih cepat Gaya pacaran yang semakin berani Minimnya pendampingan orang tua, baik karena sibuk atau “kalah” dengan anak Lingkungan pergaulan yang semakin bebas Penyebab Naluri Cinta Terlalu Dini Tontonan baik melalui TV, medsos maupun gadget Haus kasih sayang karena ortu sibuk bekerja Lingkungan Pendidikan Seks (dalam Ulwan, 2007) Fase pertama (tamyiz usia 7-10 tahun), pada masa ini ajari anak tentang etika meminta izin dan memandang sesuatu. Fase kedua (murahaqah usia 10-14 tahun). Pada masa ini hindarkan anak dari berbagai rangsangan seksual. Fase ketiga (baligh, usia 14-16 tahun). Jika anak sudah siap menikah, pada masa ini anak diberi adab tentang mengadakan hubungan seks. Dititiktekankan pada menjaga diri dan kemaluan dari perbuatan tercela apabila belum siap menikah. Peran Ortu mendampingi anak menuju aqil baligh : Dikatakan aqil : dewasa mental, dipengaruhi pendidikan, bertanggung jawab, mandiri, pera...

RANGKUMAN MATERI WEBINAR HOMESCHOOLING SESI 2

Lima bulan terakhir ini saya tertarik mempelajari model pendidikan homeschooling. Hari-hari saya berkutat dengan browsing dan browsing tentang apa itu homeschooling. Mengapa bisa begitu? Semua bermula dari kegelisahan saya saat masih tinggal dengan kakak perempuan saya yang mempunyai anak usia SD. Namanya Azkal (9 tahun). Setiap kali belajar bersama ibunya, setiap kali itu pula ia “ribut” dengan ibunya. Ibunya, kakak perempuan saya, merasa sejak duduk di kelas 3, Azkal susah sekali diajak belajar. Menurutnya, guru kelas Azkal kurang kreatif dalam mendidik. Seringkali hanya menyuruh anak mencatat materi pelajaran saja. Beberapa orang tua sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak sekolah. Sayangnya, keluhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan di pihak sang guru. Kondisi ini tidak berimbang dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari siswa Sebenarnya materi pelajaran untuk SD kelas 3 belum begitu rumit. Hanya saja, sang guru menggunakan acuan Lembar Kegiatan ...