Langsung ke konten utama

DAY 2 : Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif


Tantangan hari kedua komunikasi produktif masih konsisten dalam upaya melatih kemandirian Saka. Seperti pagi sebelumnya, Saka sudah mulai bisa makan sendiri. Tentu saja saya masih membantu membuat gunung-gunung nasi kecil dan teriak “DUER” saat Saka memasukkan nasinya ke mulut. Hehe..Saya memang sengaja tidak terburu-buru memaksa Saka langsung mandiri agar dalam proses pelatihannya menyenangkan.
Pada hari kedua ini, Saka juga sudah terbiasa melepas dan memakai celana sendiri saat pipis di kamar mandi. Kuncinya terletak pada saya sendiri untuk tetap stay cool saat anak kesulitan melepas dan memakainya kembali. Saya cukup sebagai pemandu sorak saja. Biarkan anak menghadapi kesulitannya sendiri.

Melatih Saka Tanggung Jawab
Saat saya menjemur pakaian, Saka bermain perang-perangan dengan Reksa. Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba Saka memuntahkan air minum yang ada di mulutnya. Maksudnya ingin mengenai kakaknya tapi tidak kena karena kakaknya cepat menghindar. Kejadian ini terjadi lebih dari sekali.
Bunda, adek nyemproti,” Reksa lari sambil teriak.
Saya melihat Saka mengejar kakaknya sambil tertawa-tawa. “Dek, ampun nyemproti!seruku mencoba mengendalikan Saka dari jauh. Namun, Saka tetap saja menyemprotkan air minumnya.
Olala... saya lupa dengan materi komunikasi produktif. Seharusnya saya mengganti kata-kata saya dengan kata-kata positif. Namun, kondisi mendesak membuat ucapan yang biasanya terlontarlah yang keluar. Ini catatan untuk saya agar ke depannya saya bisa lebih positif dalam pemilihan kata-kata.
Seusai menjemur pakaian, saya melihat air sirup muntahan Saka berceceran di lantai. Saya temui Saka dan berbincang dengannya.
Dek, sing muntahne air neng lantai sinten?”
Ata,” Saka menjawab dengan jujur.
Mengko nek adek lewat lantai kui terus kepleset tibo, piye? Sakit to?” Saya mencoba bertanya agar Saka paham.
Yak (ora),” jawab Saka cepat.
Welah, anak ini memang kalau menjawab pertanyaan seenaknya. Hehe.. “Ayo, saiki dipel yo, Dek!”
Moh!”
Rasanya pengen salto kalau menghadapi Saka. Kalau diajak berbicara, matanya ditutup dan menjawab sekenanya. Hehe... Oke, saya pun menempuh cara lain agar Saka mau bertanggung jawab dengan perbuatannya. Saka suka banget dengan kereta. Oleh karenannya, kereta selalu menjadi pintu masuk saat saya berbincang dengannya.
Dek, mau naik truk atau kereta api?”
Enta (kereta).”
Yuk, naik kereta mriko terus ambil lap pel, nggeh?” Saya berdiri seolah lokomotif yang siap berangkat. Saka langsung ikut berdiri di belakangku.
Naik kereta api. Tut.. tut... tut...” Saya bernyanyi sambil berjalan menuju kain pel. Saka senang hati mengikutiku di belakang. Sesampainya di tempat tujuan, saya mengambil kain pel dan meminta Saka membersihkan air sirup bekas muntahannya. Syukurlah, cara ini berhasil. Tak lupa, setelah Saka selesai mengepel, saya memuji tindakannya.
Sip! Saka tanggung jawab.”

Saka mengepel lantai (1/6/2017)

Reksa Belajar Konsisten
Di usianya saat ini, Reksa (5 tahun) sudah mandiri dalam kaitannya memenuhi kebutuhannya sendiri. Seperti makan minum, berpakaian, mandi, BAB hingga menyiapkan keperluan sekolah. Saya pun memutuskan untuk mulai melatihnya mempraktekkan ketrampilan hidup. Adapun latihan pertama yang kami ajarkan adalah menjemur pakaian. Jadi, saat saya menjemur pakaian, saya sengaja menyisihkan pakaian Reksa di tempat terpisah. Di saat saya sudah selesai menjemur, saya kemudian meminta Reksa untuk menjemur pakaiannya sendiri.
Aktivitas ini mulai kami latihkan kira-kira empat bulan yang lalu. Kuncinya lagi-lagi konsistensi orang tua dalam mendisiplinkan aturan. Jika memang sejak awal orang tua menetapkan bahwa menjemur pakaian adalah bagian dari tugas anak sehari-hari, ya kita harus konsisten menegakkan aturan tersebut. Baik dalam keadaan longgar maupun sibuk.
Namanya juga baru latihan, tentu saja ada masa menguji kesabaran orang tua. Seperti yang terjadi kemarin. Sementara saya mandi, saya meminta Reksa menjemur pakaian. Jadi, saat saya selesai mandi, pakaian sudah dijemur. Tinggal main ke rumah tetangga. Saya tidak harus menunggu. Tapi ternyata apa yang saya minta, tidak dilaksanakan Reksa.
Mbak, pakaiannya sudah dijemur belum?” Saya sudah tahu kalau Reksa belum menjemur. Namun saya tetap mencoba bertanya.
Belum,” jawab Reksa santai.
Lah jadi ke tempat Mbak Fala, enggak?”
Sido (jadi), Bunda,” Reksa menjawab sambil ngeloyor pergi ke tempat menjemur pakaian.
Rupanya dia sudah tahu apa maksud pertanyaan bundanya. Hehe.. syukurlah kalau sudah paham. Energi bunda bisa disalurkan untuk yang lain.

Reksa menjemur pakaian (1/6/2017)

Amarah Membubarkan Segalanya
Pukul dua siang saya bermaksud keluar bersama suami mencari keperluan rumah tangga. Sebelumnya saya sudah bilang sama Reksa tentang rencana tersebut. Reksa malah bilang mau berangkat mengaji bersama Mbak Fala pukul setengah tiga. Menurut penangkapan saya, berarti Reksa tidak ikut keluar bersama kami. Ya sudah, saya bilang sama dia kalau nanti minta tolong sama Om Heru, suruh ngingetin Reksa kalau sudah mendekati jam setengah tiga. Sayangnya, saat saya bilang ke Reksa, dia sedang asyik nonton youtube. Jadi perhatiannya terpecah.
Nah, saat saya siap-siap hendak berangkat, Reksa berada di kamar mandi. Saya, Saka dan Ayah keluar hendak naik kendaraan. Tiba-tiba terdengar suara jeritan dari dalam rumah.
Bunda .. Bunda .. Melu..,” Reksa menangis kencang sambil berlari keluar rumah.
Ngopo, Mbak?” Saya bingung kenapa tiba-tiba Reksa menangis. “Jare mau arep ngaji karo Mbak Fala?!
Huhuhu.. Aku melu bunda. Mengko ngajine dianter Bunda,” jawabnya masih terisak.
La piye to? Nek arep ngaji yo ngaji wae. La mau wis ditakoni bunda to? Jan bocah!” saya marah tak terbendung. Teori komunikasi produktif bubar jalan. Kalau saya langsung meninggalkan Reksa kok yo nggak tega. Tapi kalau nunggu dia memakai baju juga kelamaan. Apalagi saat itu saya pergi bersama ayah.
Nek nderek yo gek pakai baju!” bentakku saking gregeten.
Saya menuju ke kamar bersama Reksa. Tentu saja masih ngomel-ngomel nggak karuan.
Tin..Tin.. Tin..” suara klakson kendaraan ayah semakin membuat suasana panik.
Ayo, gek cepet!” saya berjalan keluar bersama Reksa yang baru memakai celana dan kaos dalam. Pakaian dan jilbabnya ditentengnya.
Reksa pengen melu gilo, Yah,” Saya sampaikan alasan mengapa saya nggak segera masuk kendaraan. “Jarene mau arep ngaji, kok saiki mendadak melu.” Kejengkelan saya belum reda.
Wuu..,” Ayah ikutan marah. Menatap tajam Reksa yang masih terisak. “Yo nek wis janjian ngaji karo Mbak Fala, yo ra oleh melu Ayah.” Ayah menasehati sambil mulai mengemudikan kendaraan.
Ho oh, Mbak. Mesakne Mbak Fala to. Wis, turun sini aja ya?” Saya baru teringat bahwa anak juga harus belajar menepati janji.
Ya.” Reksa mengangguk.
Akhirnya Reksa turun di depan rumah Mbak Fala. Kami melanjutkan perjalanan bersama Saka ke Wates. Sepanjang perjalanan saya menyesal sudah membentak Reksa. Amarah membubarkan segala nilai yang selama ini kuanut. Semoga ke depan saya bisa lebih bijak dalam menghadapi anak-anak. 

#level1
#day2
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif 
#kuliahbunsayiip 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka saat

RANGKUMAN MATERI WEBINAR HOMESCHOOLING SESI 2

Lima bulan terakhir ini saya tertarik mempelajari model pendidikan homeschooling. Hari-hari saya berkutat dengan browsing dan browsing tentang apa itu homeschooling. Mengapa bisa begitu? Semua bermula dari kegelisahan saya saat masih tinggal dengan kakak perempuan saya yang mempunyai anak usia SD. Namanya Azkal (9 tahun). Setiap kali belajar bersama ibunya, setiap kali itu pula ia “ribut” dengan ibunya. Ibunya, kakak perempuan saya, merasa sejak duduk di kelas 3, Azkal susah sekali diajak belajar. Menurutnya, guru kelas Azkal kurang kreatif dalam mendidik. Seringkali hanya menyuruh anak mencatat materi pelajaran saja. Beberapa orang tua sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak sekolah. Sayangnya, keluhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan di pihak sang guru. Kondisi ini tidak berimbang dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari siswa Sebenarnya materi pelajaran untuk SD kelas 3 belum begitu rumit. Hanya saja, sang guru menggunakan acuan Lembar Kegiatan

Menyusun Rencana Project

Latar Belakang Saya senang membaca buku humor. Saya senang membaca cerita teman yang lucu dan mengundang tawa. Saya senang bercengkerama dengan orang yang mudah bahagia. Mengapa? Karena saya jadi ikut bahagia. Oleh sebab kesenangan saya tersebut, saya pun jadi mudah bahagia. Saat membalas chat teman, saya selalu berusaha mengemas tulisan saya dengan bahagia. Saat menulis status maupun membalas komentar di social media, saya selalu menulisnya dengan bahasa yang menyenangkan. Menurut teman-teman, saya mudah sekali membuat mereka tertawa. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang ibu, saya sering menjumpai percakapan atau kejadian lucu di keluarga kami. Sebagian percakapan tersebut sudah saya tuliskan di akun FB. Sebagian belum saya tulis. Nah, melalui Ruang Berkarya Ibu, saya ingin mengoptimalkan potensi saya di bidang tulis menulis cerita lucu melalui project "Ngakak Everyday" Nama Project Ngakak Everyday : Kumpulan Cerita Lucu Rumah Jingga Tujuan 1. Mendokume