Langsung ke konten utama

DAY 3 : Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif


Pindah Rumah
Pukul 04.00 WIB kemarin anak-anak sudah bangun. Saya pikir mereka bangun sebentar untuk minum kemudian lanjut tidur lagi. Ternyata mereka tetep melek sampai pagi. Jadilah, saya ajak mereka memindah barang-barang ke rumah baru. Letaknya hanya 10 meter dari rumah yang kami tinggali sekarang.
Mbak, Bunda mau mindah-mindah barang ke rumah baru. Mbak karo adek bantu Bunda, ya?” pintaku pada Reksa dan Saka.
Ya. Aku ikut bantu apa, Bunda?” tanya Reksa.
Bantu mindah baju dan mainan Mbak Reksa,” jawabku sambil memasukkan baju ke tas besar.
Reksa kemudian mengambil tas yang agak sedang. Dia memasukkan mainan ke dalam tas hingga hampir penuh. Saka hanya ikut wira-wiri saja. Hehe.. Setelah mengisi tas penuh-penuh, kami berjalan menuju rumah baru. Meletakkan barang-barang di karpet, kemudian balik lagi untuk mengambil barang.
Saat memasukkan baju ke dalam tas, Saka punya inisiatif membantu Bunda.
Ma, Ata bantu,” pintanya kepadaku.
Oya, adek yang ambil baju dari lemari. Bunda yang memasukkan ke tas, ya?” Saya menjelaskan supaya Saka paham apa yang mesti dilakukan.
Bun, iki piye? Bunda wae sing memasukkan ke tas.” ucap Reksa tiba-tiba. Rupanya dia kesulitan memasukkan baju ke dalam tas.
Baju yang besar-besar dulu dimasukkan. Terus baju yang kecil ditaruh di atasnya.” Saya memberi tahu cara menata baju di tas supaya ringkes dan bisa muat banyak.
Setelah tas terisi penuh baju, kami berjalan lagi menuju rumah baru. Saat naik tangga, Reksa tidak kuat mengangkat tas.
Dek, ayo digowo bareng. Abot tenan,” ajak Reksa pada adeknya.
Yoh.” Saka mendatangi Reksa membantu menyeret tas.
Saya pun kemudian meninggalkan keduanya karena harus bolak-balik bawa barang. Kalau harus menunggu, ngalamat pindahan kelar menjelang kiamat. Hahaha..
Dek, bantu!” teriak Reksa dengan nada kesal.
Yoh.” Kudengar Saka mengiyakan permintaan Mbaknya. Sayangnya dia tidak mendatangi Mbaknya. Malah berjalan mengikutiku.
Dek, bantu! Huhuhu...,” Reksa menangis keras.

Saka membantu membawa baju saat pindah rumah (2/6/2017)

Mendengar tangisan Reksa, saya pun menaruh tas lalu menemuinya. Kulihat dia menangis di pojokan mushola karena kesal tidak dibantu adeknya.
Kenapa, Mbak? Berat to?” saya mencoba memahami perasaannya.
Adek ki nggak mau bantu. Huhuhu...” Reksa menjawab sambil terisak.
Saya mencoba mengangkat tas yang dibawa Reksa. “Waaa.. Berat je. Ayo, sini, Dek. Mbak dibantu ngangkat tas,” saya meminta Saka agar mau membantu Mbaknya.
Saka tidak mau mendekat. Melihat ke arah Reksa dengan bingung mengapa Mbaknya menangis.
Yo wis yo. Diangkat bareng, Bunda,” ajakku pada Reksa. Diapun akhirnya luluh dan berjalan mengangkat tas bersamaku. “Sing sabar yo, Mbak. Mengajari adek ki kudu sabar. Dulu Mbak Reksa juga kadang nggak mau bantu Bunda seperti Dek Saka tadi. Tapi lama kelamaan jadi rajin.”
Melihat saya mengangkat tas bersama Reksa, Saka kemudian berinisiatif menggeret tas yang tadi saya geletakkan di halaman. Dia dengan suka rela menggeretnya sendiri. Hehehe..
Waaa.. Adek hebat. Bisa bawa tas sendiri,” saya memuji usaha Saka.
Hahaha...,” Reksa yang melihat adeknya kerepotan bawa tas, tertawa-tawa senang.
Setelah bolak-balik bak setrikaan, akhirnya acara memindah barang ke rumah baru selesai berkat bantuan Reksa dan Saka. Selain menjadi momen belajar saya dalam mempraktekkan komunikasi produktif, juga sebagai momen belajar Reksa dalam mendidik adiknya.


Kembali Menemani Anak Sekolah
Dalam perjalanan menjadi seorang ibu, saya menemukan bahwa anak sangat memahami kondisi orang tua. Saat orang tua dalam keadaan sakit, misalnya. Anak-anak paham bagaimana mereka mesti bersikap dan bertingkah laku. Tentu saja orang tua juga harus menyampaikan kondisinya dengan jujur pada sang anak. Pelajaran ini saya dapatkan setelah saya menjalani operasi ringan tanggal 1 Mei 2017.
Sebelum saya operasi, Saka kadang masih minta digendong. Saya sendiri juga merasa perlu menggendong saat anak sakit, menangis atau saat kecapekan dalam perjalanan ke sekolah. Saya pikir akan butuh waktu lama untuk memberi pemahaman kepada Saka supaya dia tidak minta gendong. Ternyata anggapan saya tidak sepenuhnya benar. Pasca saya operasi, Saka bisa memahami bahwa bundanya sakit, sehingga dia tidak minta gendong pada bundanya. Saat Reksa sekolah, Saka juga bisa memahami kondisi saya yang tidak bisa ikut menemaninya di PAUD. Kalau Saka ingin sekolah, dia bersedia ditemani Bu Lek-nya yang sekaligus menjemput Reksa.
Jumat kemarin (2/6/2017), Reksa berniat masuk sekolah. Melihat kakaknya sibuk menyiapkan peralatan sekolah, Saka mendatangiku.
Ma, Ata karo Bu Lek Ida? (Ma, Saka berangkat sekolahnya sama Bu Lek Ida?)” tanya Saka memastikan.
Berhubung kondisi saya sudah jauh lebih baik, saya pikir sekaranglah waktunya saya kembali menemani anak ke sekolah. Saka bisa duduk di jok belakang bersama kakaknya. “Mmm.. Saka berangkat bareng Bunda.”
Haa? Bareng, Ma? Ma atit (sakit)?” tanya Saka bingung.
Bunda sudah sembuh. Nanti yang nganter sekolah, Bunda.”
Waaa.. Ma sembuh,” Saka senang. Dia lantas memelukku. “Hehu, Ma. (I love you, Bunda)”.
 
Reksa dan Saka siap berangkat PAUD (2/6/2017)
Reksa yang mendengar percakapan kami pun ikut bergembira. Dia mendekatiku dan langsung memelukku. “Aku sayang, Bunda,” ucapnya sambil menciumku. Tak kuasa, air mataku meleleh.
Nanti adek dibonceng Bunda di belakang, ya? Mbak yang njagani adek,” saya beritahu anak-anak sejak awal. Dulu, saat mengendarai motor, Saka biasanya saya gendong di depan. Sedangkan Reksa duduk di belakang.
Yoh.” jawabnya mantap.
Saya bersyukur anak-anak sangat memahami kondisi kesehatan saya. Saya juga bersyukur mempunyai teman sesama wali murid yang rela menggendong Saka saat Saka minta naik komidi putar. Semoga kesehatan saya semakin membaik sehingga bisa terus menemani anak-anak berkegiatan. Amin.

#level1
#day3
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka saat

RANGKUMAN MATERI WEBINAR HOMESCHOOLING SESI 2

Lima bulan terakhir ini saya tertarik mempelajari model pendidikan homeschooling. Hari-hari saya berkutat dengan browsing dan browsing tentang apa itu homeschooling. Mengapa bisa begitu? Semua bermula dari kegelisahan saya saat masih tinggal dengan kakak perempuan saya yang mempunyai anak usia SD. Namanya Azkal (9 tahun). Setiap kali belajar bersama ibunya, setiap kali itu pula ia “ribut” dengan ibunya. Ibunya, kakak perempuan saya, merasa sejak duduk di kelas 3, Azkal susah sekali diajak belajar. Menurutnya, guru kelas Azkal kurang kreatif dalam mendidik. Seringkali hanya menyuruh anak mencatat materi pelajaran saja. Beberapa orang tua sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak sekolah. Sayangnya, keluhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan di pihak sang guru. Kondisi ini tidak berimbang dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari siswa Sebenarnya materi pelajaran untuk SD kelas 3 belum begitu rumit. Hanya saja, sang guru menggunakan acuan Lembar Kegiatan

Menyusun Rencana Project

Latar Belakang Saya senang membaca buku humor. Saya senang membaca cerita teman yang lucu dan mengundang tawa. Saya senang bercengkerama dengan orang yang mudah bahagia. Mengapa? Karena saya jadi ikut bahagia. Oleh sebab kesenangan saya tersebut, saya pun jadi mudah bahagia. Saat membalas chat teman, saya selalu berusaha mengemas tulisan saya dengan bahagia. Saat menulis status maupun membalas komentar di social media, saya selalu menulisnya dengan bahasa yang menyenangkan. Menurut teman-teman, saya mudah sekali membuat mereka tertawa. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang ibu, saya sering menjumpai percakapan atau kejadian lucu di keluarga kami. Sebagian percakapan tersebut sudah saya tuliskan di akun FB. Sebagian belum saya tulis. Nah, melalui Ruang Berkarya Ibu, saya ingin mengoptimalkan potensi saya di bidang tulis menulis cerita lucu melalui project "Ngakak Everyday" Nama Project Ngakak Everyday : Kumpulan Cerita Lucu Rumah Jingga Tujuan 1. Mendokume