Langsung ke konten utama

DAY 9 : Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif


Saka Minta Agar-agar
Saat berada di dapur, Saka melihat ada bungkus agar-agar swallow di meja. Saka sempat bertanya apakah isi bungkusan warna kuning tersebut. Saya katakan bahwa bungkusan itu adalah agar-agar mentah. Tidak enak dimakan. Kalau mau maem ya harus dimasak dulu agar-agar itu. Saka saat itu juga minta dibuatkan agar-agar. Berhubung saya sedang menggoreng telur untuk sarapan anak-anak, saya bilang sama Saka kalau masak agar-agarnya nanti setelah sarapan pagi.
Setelah sarapan pagi, saya pikir Saka sudah lupa dengan keinginannya minta agar-agar. Ternyata tidak, Saka tetap minta dibuatkan agara-agar.
Ma, agar-agar.” Saka merengek minta dibuatkan agar-agar.
Ya. Nanti dibuatkan agar-agar. Sekarang Saka maem telur dulu, ya.” Saya mendekatkan piring berisi nasi dan telur dadar ke arah Saka.
Saka udah.”
Lah, kok sedikit maemnya? Biasanya adek maemnya buanyak,” kataku heran.
Saka maem buanyak,” timpalnya dengan intonasi suara meninggi. Maksud perkataannya adalah Saka sudah makan banyak.
Saya tahu Saka makan sedikit karena ingin segera dibuatkan agar-agar. Saya pun berpikir bagaimana caranya Saka makan lebih banyak lagi. “Saka maem tiga kali lagi, nggeh? Nanti gunungnya meletus enggak?”
Ho oh.” Saka antusias makan lagi.
Saya kemudian membuat tiga gunungan nasi kecil yang di dalamnya diisi telur dadar. Setiap kali Saka menelan gunungan nasi tersebut, saya mengiringinya dengan suara letusan gunung berapi. “Dhuuaar”. Setelah tiga kali gunung nasinya masuk mulut Saka, saya kemudian memenuhi janji membuatkannya agar-agar.

Bikin Es krim (8/6/2017)

Waa.. Gunungnya sudah meletus semua. Yuk, sekarang kita buat agar-agar,” ajakku heroik seperti Komandan Benteng Takeshi. Hihihi..
Yeee...,” Saka dan Reksa senang.
Kami kemudian berjalan menuju dapur. Saya mengambil bungkus agar-agar, santan kara dan panci. Reksa bertugas menggunting bungkus kara dan menuang santannya ke dalam panci. Sedang Saka bagian menggunting bungkus agar-agar. Saya menakar air yang hendak dicampur dengan santan. Anak-anak bergantian menuangnya ke panci menjadi satu. Setelah diaduk rata, saya memasaknya sampai mendidih.
Seusai mematikan kompor, saya mengaduk terus selama 5 menit supaya santan bisa tercampur rata. Baru kemudian menuangnya ke dalam wadah plastik. Reksa ikut membantu menuangnya dengan panduan Bunda. Adapun Saka bertugas sebagai ketua kebersihan. Dialah yang wira-wiri membuang sampah ke tempat. Selama proses membuat agar-agar, anak-anak sangat kooperatif. Mereka juga banyak bertanya mengapa begini mengapa begitu. Saya senang menjawabnya satu persatu.
Acara memasak agar-agar selesai, lanjut bikin es krim. Kebetulan sewaktu ke Wates, saya sengaja membeli tepung es krim pondan. Seperti saat membuat agar-agar, anak-anak mendapat tugas menggunting kemasan tepung pondan dan menuangnya ke dalam wadah panci. Bunda hanya bertugas mengukur air es dan memasang mixer. Anak-anak tak sabar menunggu es krim jadi. Mereka sesekali menggambil adonan dan memakannya. Saya membolehkannya asal tidak berlebihan.

Mendadak ke Jogja
Berhubung tidak ada acara dan pekerjaan sedang tidak padat, ayah mengajak ke Jogja. Ayah memberi tahu rencana tersebut pagi hari. Saya pikir berangkatnya sekitar jam 2 siang setelah ayah bangun. Ternyata saat adzan dhuhur berkumandang, ayah sudah bangun dan bersiap diri berangkat ke Joga. Saya yang masih riweh dengan anak-anak jadi tergesa-gesa.
Yah, anak-anak belum siap. Biar makan siang dulu, ya. Takutnya nanti rewel.” Saya bilang ke Ayah agar bisa mengerti kondisi saya.
Kembali kaidah 2C saya terapkan agar tidak ada prasangka di antara kami. Saya lega bisa menyampaikan kondisi saya yang sebenarnya. Jadi saya tidak terburu-buru menyiapkan diri. Sementara ayah juga bisa mengerjakan pekerjaannya sembari menunggu kami siap berangkat. Akhirnya, pukul satu siang kami berangkat ke Jogja. 

Anak-anak bermain di Kids Fun Progo (8/6/2017)


#level1
#day9
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Kelompok 8 : Ketika Anakku Jatuh Cinta

Tantangan Perkembangan seksualitas masa kini yang lebih cepat Gaya pacaran yang semakin berani Minimnya pendampingan orang tua, baik karena sibuk atau “kalah” dengan anak Lingkungan pergaulan yang semakin bebas Penyebab Naluri Cinta Terlalu Dini Tontonan baik melalui TV, medsos maupun gadget Haus kasih sayang karena ortu sibuk bekerja Lingkungan Pendidikan Seks (dalam Ulwan, 2007) Fase pertama (tamyiz usia 7-10 tahun), pada masa ini ajari anak tentang etika meminta izin dan memandang sesuatu. Fase kedua (murahaqah usia 10-14 tahun). Pada masa ini hindarkan anak dari berbagai rangsangan seksual. Fase ketiga (baligh, usia 14-16 tahun). Jika anak sudah siap menikah, pada masa ini anak diberi adab tentang mengadakan hubungan seks. Dititiktekankan pada menjaga diri dan kemaluan dari perbuatan tercela apabila belum siap menikah. Peran Ortu mendampingi anak menuju aqil baligh : Dikatakan aqil : dewasa mental, dipengaruhi pendidikan, bertanggung jawab, mandiri, pera...

Pohon Singkong dan Pohon Padi

Memulai langkah pertama memang selalu berat. Termasuk dalam game level 10 kelas Bunsay kali ini. Selalu saja ada alasan bagi saya untuk menunda memulainya. Ya tidak enak badanlah, ya anak sudah tidurlah dan sebagainya. Dan dengan kekuatan bulan, akhirnya saya memaksa diri untuk memulai day 1. Sore hari saat anak-anak tiduran di kamar, saya memberitahu mereka bahwa bundanya ingin mendongeng. "Asyiiik," pekik Reksa dan Saka senang. "Nanti kalau bagus, Reksa bilang bagus ya, Bun." Reksa berinisiatif menjadi jurinya. "Ya. Seumpama kurang bagus, bilang kurang bagus, ya." "Oke." "Judulnya pohon singkong dan pohon padi," Saya memulai cerita dengan menyebut judul dongeng itu. Dikisahkan dalam dongeng tersebut, pohon singkong sedang bersedih karena manusia tidak suka makan singkong. Manusia lebih suka makan nasi. Padahal, sebelum pohon padi sebanyak sekarang, dulu kan manusia makannya singkong. Kenapa sekarang mereka tidak suka singkon...

Kehidupan Binatang Laut

Hari ketiga saya tidak mendongeng. Tetapi menceritakan tentang kehidupan makhluk hidup di laut. Kebetulan Saka senang sekali jika kami menceritakan tentang fakta unik binatang. Dimulai dari binatang laut seperti ikan lumba-lumba. Saya bercerita pada anak-anak, bahwa lumba-lumba berbeda dengan ikan lainnya. Dalam berkembang biak, dia tidak bertelur. Tetapi beranak. "Berarti ikannya hamil ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya." "Wah, podo Bunda," celetuk Saka. "Hehe..." Kami tertawa bersama. "Lumba-lumba juga menyusui, lho. Ada lubang di bagian bawah ikan yang bisa mengalirkan susu." jelas Saya. "Wah, keren, ya." Bu Lek Ida ikut takjub. "Kalau bernapas tidak menggunakan insang. Tapi menggunakan paru-paru. Makanya lumba-lumba sering muncul ke permukaan laut." "Lumba-lumba itu pinter ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya, pinter. Bisa berhitung." Perbincangan kami pun melebar hingga ke pertunjukan lumba-lum...