Siang hari saat saya menjemur pakaian, tiba-tiba Saka menangis. Rupanya Saka sudah bangun dari istirahat siangnya. Saya pun mempercepat menjemur pakaian. Melihat saya grubyukan, Reksa bilang pada saya.
"Udah, Bun. Ditinggal aja!" kata Reksa.
Sebenarnya baju yang akan saya jemur tinggal sedikit. Tapi, tangisan Saka yang semakin mengeras membuat saya agak bingung mau mengerjakan yang mana dulu.
"Ini masih ada kaos, Bunda," jawab saya masih meneruskan menjemur pakaian.
"Iyo. Ditinggal wae. Mengko tak jemure," ucap Reksa menegaskan dirinya.
"Oh, ya sudah. Makasih, Mbak." Saya pun berlari menuju tempat Saka berdiri.
Sebenarnya anak-anak tidur sendiri. Tapi sebelumnyalum, saya biasa menemaninya sampe keduanya benar-benar pulas. Suatu malam saya saat saya sudah merebahkan diri diantara Reksa dan Saka, saya memegang punggung.
"Uh.. Pegeleee," keluh saya spontan. Saya inget, siangnya saya lumayan banyak kerjaan, jadi malemnya agak kecapek.
"Oh, aku tau," ucap Reksa, kemudian beranjak dari tidurnya.
Ini bocah mau ngapai lagi? Waktunya tidur kok malah keluar kamar. Batin saya agak kesal dalam hati. Tapi, saya sengaja mendiamkan karena Reksa keburu keluar kamar.
"Ini, Bunda," ucap Reksa sambil menyerahkan kursi plastik pada saya.
Ya ampun. Rupanya Reksa keluar tadi mau mengambilkan kursi buat saya.
"Waaa.. Makasih, Mbak," saya terharu melihat kepedulian Reksa. Saya pun kemudian meletakkan kursi di kasur. Masih sambil tiduran, kaki saya angkat dan saya taruh keduanya di kursi tersebut. Kali ini punggung saya lebih enakan.
"Yuk, sekarang kita tidur. Berdoa dulu, ya."
Kami pun lantas berdoa menjelang tidur dan sebentar kemudian terlelap bersama.
Begitulah, gambaran kekuatan Reksa. Dia sangat peduli terhadap sekelilingnya. Terutama saat keluarganya ada yang sakit. Saat saya masuk angin, Reksa yang selalu mengambilkan minyak kayu putih. Saat adeknya jatuh, Reksa pula yang langsung inisiatif mengambilkan betadine.
Semoga ke depannya, rasa empatinya semakin terasah. Agar kelak bermanfaat bagi sekitarnya.
"Udah, Bun. Ditinggal aja!" kata Reksa.
Sebenarnya baju yang akan saya jemur tinggal sedikit. Tapi, tangisan Saka yang semakin mengeras membuat saya agak bingung mau mengerjakan yang mana dulu.
"Ini masih ada kaos, Bunda," jawab saya masih meneruskan menjemur pakaian.
"Iyo. Ditinggal wae. Mengko tak jemure," ucap Reksa menegaskan dirinya.
"Oh, ya sudah. Makasih, Mbak." Saya pun berlari menuju tempat Saka berdiri.
Sebenarnya anak-anak tidur sendiri. Tapi sebelumnyalum, saya biasa menemaninya sampe keduanya benar-benar pulas. Suatu malam saya saat saya sudah merebahkan diri diantara Reksa dan Saka, saya memegang punggung.
"Uh.. Pegeleee," keluh saya spontan. Saya inget, siangnya saya lumayan banyak kerjaan, jadi malemnya agak kecapek.
"Oh, aku tau," ucap Reksa, kemudian beranjak dari tidurnya.
Ini bocah mau ngapai lagi? Waktunya tidur kok malah keluar kamar. Batin saya agak kesal dalam hati. Tapi, saya sengaja mendiamkan karena Reksa keburu keluar kamar.
"Ini, Bunda," ucap Reksa sambil menyerahkan kursi plastik pada saya.
Ya ampun. Rupanya Reksa keluar tadi mau mengambilkan kursi buat saya.
"Waaa.. Makasih, Mbak," saya terharu melihat kepedulian Reksa. Saya pun kemudian meletakkan kursi di kasur. Masih sambil tiduran, kaki saya angkat dan saya taruh keduanya di kursi tersebut. Kali ini punggung saya lebih enakan.
"Yuk, sekarang kita tidur. Berdoa dulu, ya."
Kami pun lantas berdoa menjelang tidur dan sebentar kemudian terlelap bersama.
Begitulah, gambaran kekuatan Reksa. Dia sangat peduli terhadap sekelilingnya. Terutama saat keluarganya ada yang sakit. Saat saya masuk angin, Reksa yang selalu mengambilkan minyak kayu putih. Saat adeknya jatuh, Reksa pula yang langsung inisiatif mengambilkan betadine.
Semoga ke depannya, rasa empatinya semakin terasah. Agar kelak bermanfaat bagi sekitarnya.
Komentar
Posting Komentar