Tantangan
yang kita hadapi saat ini menurut hasil diskusi kami, mencakup 3 poin
ini. Yang mengiris hati adalah bahkan saat ini pun kepedulian thd org
sekitar semakin menurun. Hal ini jg mjd pembelajaran bagi kami.
Misal, memilih diam krn takut berkonflik saat ada oknum yg berbuat di
luar norma sosial atau krn terlalu sibuk dg urusan masing2, kadang
sampai tidak menyadari bahwa teman/tetangga sekitar sudah lama tdk
nampak, tiba2 ditemukan sudah meninggal di kamarnya, _na'udzubillah_.
Ini
kami sarikan dari Makalah tentang Penyimpangan Seksual oleh Syamsul
K. dan materi kulwap "Mencegah LGBT sejak dini" oleh Kak
Sinyo (Ketua dan pendiri Yayasan Peduli Sahabat : membantu saudara
semuslim agar tidak terjerat di dunia LGBT serta kecanduan game
dan pornografi).
Sedikit tambahan kutipan dari FAQ di Peduli Sahabat =
_ada 3 kategori utama pemicu seorang anak balita berbelok arah menjadi SSA, yaitu:_👉 *Pemaksaan dalam mengambill role model (contoh model).* Misalnya seorang anak laki-laki mengambil peran dari ibunya. Pemaksaan ini disebabkan oleh beberapa hal seperti broken home, ketidakharmonisan keluarga, dominasi ibu, dominasi ayah, kekerasan rumah tangga, dll. Sekitar 60% klien kami mengalami ini.👉 *_Over Protective_ (terlalu dimanja/dilindungi).* Biasanya terjadi pada anak bungsu, tunggal, satu-satunya jenis kelamin dalam keluarga, atau anak istimewa (misalnya paling ganteng atau paling cerdas). Sekitar 30% klien kami mengalami ini.👉 *Salah mengambil _role model_ secara sukarela.* Berbeda dengan nomor satu, sikon si anak diberi kebebasan memilih model sendiri (biasanya kedua orang tua sibuk kerja dengan materi berlimpah atau anak yatim-piatu). Jadi secara hubungan keluarga harmonis tapi anak-anak dibiarkan memilih model tanpa diberi contoh atau pemberitahuan. Sekitar 10% klien kami mengalami ini.
Sedikit tambahan kutipan dari FAQ di Peduli Sahabat =
_ada 3 kategori utama pemicu seorang anak balita berbelok arah menjadi SSA, yaitu:_👉 *Pemaksaan dalam mengambill role model (contoh model).* Misalnya seorang anak laki-laki mengambil peran dari ibunya. Pemaksaan ini disebabkan oleh beberapa hal seperti broken home, ketidakharmonisan keluarga, dominasi ibu, dominasi ayah, kekerasan rumah tangga, dll. Sekitar 60% klien kami mengalami ini.👉 *_Over Protective_ (terlalu dimanja/dilindungi).* Biasanya terjadi pada anak bungsu, tunggal, satu-satunya jenis kelamin dalam keluarga, atau anak istimewa (misalnya paling ganteng atau paling cerdas). Sekitar 30% klien kami mengalami ini.👉 *Salah mengambil _role model_ secara sukarela.* Berbeda dengan nomor satu, sikon si anak diberi kebebasan memilih model sendiri (biasanya kedua orang tua sibuk kerja dengan materi berlimpah atau anak yatim-piatu). Jadi secara hubungan keluarga harmonis tapi anak-anak dibiarkan memilih model tanpa diberi contoh atau pemberitahuan. Sekitar 10% klien kami mengalami ini.
Diskusi
:
1⃣
Pertanyaan dari Mbak Putri Utami (Kel.5)
Saat ini ada beberapa video yang sempat viral. Anak-anak menonton video konten dewasa (pornografi). Jika anak tersebut menjadi kecanduan atau pernah menonton video konten dewasa. Apa recovery awal yang harus dilakukan orangtua?Terima kasih 🙏
*Jawaban :*
Cara yang sebaiknya ortu lakukan jika mendapati anak menonton video porno :
1. Jangan dimarahi
Wajar jika ortu kaget mendapati anak menonton video porno. So, redamlah emosi. Jangan marah karena ketika melihat ortu marah, bukan berarti anak berhenti melakukannya lagi, tetapi justru semakin berhati-hati dalam menyembunyikannya.
Oleh sebab itu, dekati anak dan ajaklah anak untuk membahasnya bersama-sama dan lakukan dialog. Cari tahu dan temukan sumber dari mana mereka mendapatkannya. Semaksimal mungkin jauhkan mereka dari sumbernya.
Katakan pada anak bahwa tontonan porno hanya membuang waktu. Jelaskan kerugiannya bila terus menyaksikan. Setelah itu berilah pendidikan seksualitas yang cukup dan penuhi rasa keingintahuan anak. Ortu bisa memberikan aktivitas lain, sehingga keinginan menonton tidak terulang lagi.
2. Batasi Akses
Tidak bisa dipungkiri akses informasi saat ini terbuka luas. Asal memiliki sarana yang cukup, informasi apapun bisa dengan mudah didapatkan. Dengan kenyataan ini, sangat sulit bagi ortu untuk mengetahui semua informasi yang diakses anak.
Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya ortu membatasi akses anak pada gadget. Untuk komputer, sebaiknya diletakkan di ruang tengah sehingga anak sungkan jika akan mengakses hal yang porno.
3. Maksimalkan kedekatan ortu dengan anak
Kedekatan anak dengan ortunya meyakinkan anak memegang teguh nilai moral sehingga tidak melakukan hal yang tak pantas.
Jika sudah diberi pengertian, tetapi anak masih menonton video porno lagi, sebaiknya ortu membangun kesadaran dan menjauhkan anak dari sumbernya. Jika perlu pindah sekolah atau pindah rumah.
(Sumber : Ayah Edy dalam Buku "Ayah Edy Menjawab" dan pendapat Dosen FKM-UI Rita Damayanti dalam artikel di kompas.com)
Saat ini ada beberapa video yang sempat viral. Anak-anak menonton video konten dewasa (pornografi). Jika anak tersebut menjadi kecanduan atau pernah menonton video konten dewasa. Apa recovery awal yang harus dilakukan orangtua?Terima kasih 🙏
*Jawaban :*
Cara yang sebaiknya ortu lakukan jika mendapati anak menonton video porno :
1. Jangan dimarahi
Wajar jika ortu kaget mendapati anak menonton video porno. So, redamlah emosi. Jangan marah karena ketika melihat ortu marah, bukan berarti anak berhenti melakukannya lagi, tetapi justru semakin berhati-hati dalam menyembunyikannya.
Oleh sebab itu, dekati anak dan ajaklah anak untuk membahasnya bersama-sama dan lakukan dialog. Cari tahu dan temukan sumber dari mana mereka mendapatkannya. Semaksimal mungkin jauhkan mereka dari sumbernya.
Katakan pada anak bahwa tontonan porno hanya membuang waktu. Jelaskan kerugiannya bila terus menyaksikan. Setelah itu berilah pendidikan seksualitas yang cukup dan penuhi rasa keingintahuan anak. Ortu bisa memberikan aktivitas lain, sehingga keinginan menonton tidak terulang lagi.
2. Batasi Akses
Tidak bisa dipungkiri akses informasi saat ini terbuka luas. Asal memiliki sarana yang cukup, informasi apapun bisa dengan mudah didapatkan. Dengan kenyataan ini, sangat sulit bagi ortu untuk mengetahui semua informasi yang diakses anak.
Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya ortu membatasi akses anak pada gadget. Untuk komputer, sebaiknya diletakkan di ruang tengah sehingga anak sungkan jika akan mengakses hal yang porno.
3. Maksimalkan kedekatan ortu dengan anak
Kedekatan anak dengan ortunya meyakinkan anak memegang teguh nilai moral sehingga tidak melakukan hal yang tak pantas.
Jika sudah diberi pengertian, tetapi anak masih menonton video porno lagi, sebaiknya ortu membangun kesadaran dan menjauhkan anak dari sumbernya. Jika perlu pindah sekolah atau pindah rumah.
(Sumber : Ayah Edy dalam Buku "Ayah Edy Menjawab" dan pendapat Dosen FKM-UI Rita Damayanti dalam artikel di kompas.com)
2⃣
Pertanyaan dari Mbak Septiana Farida
Mbakyu, sedang prihatin dengan keberadaan orang tua muda yang insidental nih. Maksudnya mereka menjadi orang tua pun karena penyimpangan seksualitas yang mereka lakukan alias hamil di luar nikah. Alhasil? Mungkin studi mereka ngga kelar, pekerjaan dan kehidupan yg belum mapan, serta pasca baby lahir mereka pun blm menunjukkan kesiapan menjadi org tua. Minim pengetahuan, dan boro2 ngeh sama ilmu penanaman tentang seksualitas ke anak. Wong cara ngASI aja blm tentu tahu dan mau tahu. Gimana ya dengan fenomena ini, sepertinya mewabah juga deh keadaan begini. 😐
Jawaban :
Iya, kami juga prihatin. Masih mendingan yang bersangkutan mau merawat anaknya. Banyak bayi-bayi yang ditinggal begitu saja di klinik.
Tapi biasanya ada pembekalan sebelum menikah itu ya dari KUA. Paling tidak ada sedikit bekal lah ya kalo mereka mengikuti pembekalan tersebut (yang sudah terlanjur). Tidak sedikit juga, bagi mereka yg sadar dan mau berbenah lebih baik lagi. Yang penting, jangan berputus asa untuk selalu berbagi dan selalu mengingatkan. Karena bisa jadi hidayahNya baru disadari saat mungkin kita sendiri akan berhenti mengingatkan.
Bagaimana pun lebih baik mencegah hal itu terjadi. Kembali lagi ke pondasi awal.
Mbakyu, sedang prihatin dengan keberadaan orang tua muda yang insidental nih. Maksudnya mereka menjadi orang tua pun karena penyimpangan seksualitas yang mereka lakukan alias hamil di luar nikah. Alhasil? Mungkin studi mereka ngga kelar, pekerjaan dan kehidupan yg belum mapan, serta pasca baby lahir mereka pun blm menunjukkan kesiapan menjadi org tua. Minim pengetahuan, dan boro2 ngeh sama ilmu penanaman tentang seksualitas ke anak. Wong cara ngASI aja blm tentu tahu dan mau tahu. Gimana ya dengan fenomena ini, sepertinya mewabah juga deh keadaan begini. 😐
Jawaban :
Iya, kami juga prihatin. Masih mendingan yang bersangkutan mau merawat anaknya. Banyak bayi-bayi yang ditinggal begitu saja di klinik.
Tapi biasanya ada pembekalan sebelum menikah itu ya dari KUA. Paling tidak ada sedikit bekal lah ya kalo mereka mengikuti pembekalan tersebut (yang sudah terlanjur). Tidak sedikit juga, bagi mereka yg sadar dan mau berbenah lebih baik lagi. Yang penting, jangan berputus asa untuk selalu berbagi dan selalu mengingatkan. Karena bisa jadi hidayahNya baru disadari saat mungkin kita sendiri akan berhenti mengingatkan.
Bagaimana pun lebih baik mencegah hal itu terjadi. Kembali lagi ke pondasi awal.
Tanggapan
Mbak Kiky : Sebenarnya KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan) ini bukan
termasuk penyimpangan seksual. KTD ini merupakan masalah kesehatan
reproduksi, utamanya masalah seksualitas remaja.
Yang kita tahu bahwa usia remaja, usia yang sedang rentan2nya mengalami kebingungan diri, sehingga yang banyak terjadi sekarang remaja tak mempunyai keteguhan hati atas tanggungjawab seksual yang harusnya diemban.
Ini yang menjadi kunci kita bahwa pendidikan seksual bukan dimulai setelah anak mengalami haid/mimpi besar. Jauh sebelum itu, orangtua harus memberikan pendidikan ini sejak dini. Jadi anak tidak meraba sendiri atau mencari sendiri (karena informasi dari luar tak semuanya benar).
Yang kita tahu bahwa usia remaja, usia yang sedang rentan2nya mengalami kebingungan diri, sehingga yang banyak terjadi sekarang remaja tak mempunyai keteguhan hati atas tanggungjawab seksual yang harusnya diemban.
Ini yang menjadi kunci kita bahwa pendidikan seksual bukan dimulai setelah anak mengalami haid/mimpi besar. Jauh sebelum itu, orangtua harus memberikan pendidikan ini sejak dini. Jadi anak tidak meraba sendiri atau mencari sendiri (karena informasi dari luar tak semuanya benar).
3⃣
Pertanyaan dari Mbak Eva
a. Bagaimana mengenali ciri-ciri jagoans kita yg remaja memiliki kecenderungan kelainan seksual? Atau apakah bisa dideteksi sejak usia SD?
b. Menurut mbak2, bagaimana cara membangun komunikasi agar jagoans mau berbicara tentang perilaku teman-temannya yang mulai ingin tahu dan membuka buka you tube? Thanks.
a. Bagaimana mengenali ciri-ciri jagoans kita yg remaja memiliki kecenderungan kelainan seksual? Atau apakah bisa dideteksi sejak usia SD?
b. Menurut mbak2, bagaimana cara membangun komunikasi agar jagoans mau berbicara tentang perilaku teman-temannya yang mulai ingin tahu dan membuka buka you tube? Thanks.
*Jawaban
:*
a. Mengutip dari penjelasan Kak Sinyo Egi dalam "FAQ di Peduli Sahabat" adalah sebagai berikut.
_*Apa indikasi atau ciri-ciri seorang anak atau remaja mempunyai SSA?*_
Kurang lebih seperti ini saat anak-anak.👉Indikasi fisik berlawanan dengan jenis kelaminnya, misalnya laki-laki bertingkah laku seperti wanita. Perlu dipahami bahwa dugaan ini hanya 50% saja karena masih ada biseksual, transgender, metroseksual (dewasa), kultur setempat (misalnya orang Solo bicara agak halus).👉Pilihan karakter berkebalikan dengan jenis kelaminnya sangat dominan. Misalnya laki-laki suka main boneka barbie, berdandan, animasi dengan tokoh perempuan, lagu melankolis, dll.👉Bermain dekat dengan lawan jenis dibandingkan sesama jenis
b. *Pastikan anak nyaman dulu berbicara dan cerita dengan ortu.* Bangun rasa percaya anak. Pancing dulu dengan bahasan yang membuatnya tertarik. Kayaknya itu dulu, kalo sudah nyaman dan percaya, biasanya mau cerita. Kembali lagi ke materi komunikasi produktif ya.
a. Mengutip dari penjelasan Kak Sinyo Egi dalam "FAQ di Peduli Sahabat" adalah sebagai berikut.
_*Apa indikasi atau ciri-ciri seorang anak atau remaja mempunyai SSA?*_
Kurang lebih seperti ini saat anak-anak.👉Indikasi fisik berlawanan dengan jenis kelaminnya, misalnya laki-laki bertingkah laku seperti wanita. Perlu dipahami bahwa dugaan ini hanya 50% saja karena masih ada biseksual, transgender, metroseksual (dewasa), kultur setempat (misalnya orang Solo bicara agak halus).👉Pilihan karakter berkebalikan dengan jenis kelaminnya sangat dominan. Misalnya laki-laki suka main boneka barbie, berdandan, animasi dengan tokoh perempuan, lagu melankolis, dll.👉Bermain dekat dengan lawan jenis dibandingkan sesama jenis
b. *Pastikan anak nyaman dulu berbicara dan cerita dengan ortu.* Bangun rasa percaya anak. Pancing dulu dengan bahasan yang membuatnya tertarik. Kayaknya itu dulu, kalo sudah nyaman dan percaya, biasanya mau cerita. Kembali lagi ke materi komunikasi produktif ya.
4⃣
Pertanyaan dari Mbak Izza
Tantangan kita sebagai orang tua di era sekarang adalah merebaknya gadget yang menjadikannya semakin rentan mendekatkan anak pada pornografi dkk nya. Nah, menurut kelompok ini, bagaimana mensiasati fenomena ini agar anak juga dapat "aman" berselancar mencari ilmu dengan gadgetnya tanpa orang tua kuatir akan efek negatifnya?
Tantangan kita sebagai orang tua di era sekarang adalah merebaknya gadget yang menjadikannya semakin rentan mendekatkan anak pada pornografi dkk nya. Nah, menurut kelompok ini, bagaimana mensiasati fenomena ini agar anak juga dapat "aman" berselancar mencari ilmu dengan gadgetnya tanpa orang tua kuatir akan efek negatifnya?
*Jawaban
:*
Sebenarnya terlalu steril dari gadget itu tidak bagus, karena toh ini era digital. Melarang sama sekali anak untuk pegang gadget juga tidak bagus bagi mereka survive di jamannya kelak. Yang bisa dilakukan adalah ketika anak sudah saatnya diberikan HP atau laptop, beri syarat dan ketentuan yang disepakati bersama. Misalnya, jika berselancar ga perlu mojok, duduk dg layar yg bs diliat banyak org (ga menghadap tembok).
Ada sedikit tambahan :
➡Memfilter situs yg bs diakses,➡Membuat _password_ pengaman dlm setiap gadget,➡Mengatur jam akses aplikasi,➡Memasang _stopwatch_ saat anak2 menggunakan multimedia
(Kiki Barkiah, 5 guru kecilku bag. 2)
*Menurut kami, Kembali lagi ke standar masing2 keluarga sih klo terkait penggunaan gadget, krn setiap keluarga punya standar masing2 sesuai Frame of Reference dan Frame of Experience keluarga tersebut*
Sebenarnya terlalu steril dari gadget itu tidak bagus, karena toh ini era digital. Melarang sama sekali anak untuk pegang gadget juga tidak bagus bagi mereka survive di jamannya kelak. Yang bisa dilakukan adalah ketika anak sudah saatnya diberikan HP atau laptop, beri syarat dan ketentuan yang disepakati bersama. Misalnya, jika berselancar ga perlu mojok, duduk dg layar yg bs diliat banyak org (ga menghadap tembok).
Ada sedikit tambahan :
➡Memfilter situs yg bs diakses,➡Membuat _password_ pengaman dlm setiap gadget,➡Mengatur jam akses aplikasi,➡Memasang _stopwatch_ saat anak2 menggunakan multimedia
(Kiki Barkiah, 5 guru kecilku bag. 2)
*Menurut kami, Kembali lagi ke standar masing2 keluarga sih klo terkait penggunaan gadget, krn setiap keluarga punya standar masing2 sesuai Frame of Reference dan Frame of Experience keluarga tersebut*
Tambahan
dari Mbak Kiky : Saya nambahi aja dari jawaban ini. Karena terkadang
orangtua tidak bisa mengawasi terus-terusan saat anak asyik dengan
gawainya. Orangtua bisa memasang aplikasi secureteen
parental control.
Aplikasi ini tidak hanya mmeblokir situs porno, tapi juga situs2 lain
yang tidak dikehendaki orangtua saat anak mengaksesnya, misal situs
tentang kekerasan. Aplikasi ini juga bisa digunakan jarak jauh, bisa
disetting sesuai kehendak orangtua.
#FitrahSeksualitas
#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
Komentar
Posting Komentar