Langsung ke konten utama

5 Cara Menghadapi Anak Saat Bertengkar


Mempunyai dua anak yang jarak usianya agak berdekatan memang membuat hidup jadi lebih berwarna. Ketika keduanya akur bermain bersama, hari-hari jadi cerah ceria. Saya sebagai ibunya pun bisa menyelesaikan tugas rumah tangga dengan damai. Nah, ceritanya jadi lain kalau keduanya bertengkar. Bukan hanya sejenak membuat urat leher tegang, pekerjaan rumah tangga pun jadi ikut terbengkelai.
Namun, itu dulu saat awal-awal saya bekerja di ranah domestik. Berhubung saya tidak mau pertengkaran anak mengakibatkan mood saya jadi jelek, saya pun mencoba mencari cara bagaimana menghadapi anak-anak saat bertengkar. Dari hasil membaca dan merenung, saya memperoleh beberapa kiat agar tetap waras saat anak bertengkar. Apa saja kiat ala saya? Berikut ini saya sajikan satu persatu kiatnya :

1. Tetap tenang
Mendengar anak bertengkar, saat sedang mengerjakan aktivitas rumah tangga memang membuat kita geregetan. Rasa-rasanya ingin segera menengahi agar pertengkaran cepat usai. Dan kita pun bisa melanjutkan pekerjaan dengan lebih damai. Namun, tahan dulu! Cobalah untuk tetap tenang dan amati pertengkaran mereka dengan lebih obyektif.
Anak-anak bertengkar karena berbagai hal. Bisa karena perbedaan pendapat, atau bisa juga karena berebut mainan. Bisa karena tidak mau bergiliran, bisa juga hanya karena ingin duduk dekat bundanya. Yang perlu kita ingat, kebanyakan pertengkaran antar saudara tidak akan menimbulkan perpecahan. Terkadang, tanpa kita tengahi, mereka sudah menyelesaikan persoalannya sendiri.

Cerita (2 September 2017) :
SANDAL “SELEN”
Pinjam sandale to, Dek,” pinta Reksa kepada Saka, adeknya.
Emoh. Ini sandal Saka,” tolak Saka sambil memegang erat sandal doraemonnya. Karena sudah rusak, Saka memang kami belikan sandal baru. Sandal warna hijau bergambar doraemon. Sementara Reksa, masih menggunakan sandal lama karena kondisinya masih bagus.
Halah, Dek. Pinjem sebentar!” rengek Reksa agar adiknya mau meminjami sandal.
EMOH!” jawab Saka dengan suara keras.
Saya menoleh ke arah keduanya. Sebagai ibu, rasanya saya ingin segera menengahi keduanya. Tapi, saat ini saya menahan diri. Tidak semua pertengkaran mesti ditengahi. Saya pun melanjutkan menjemur pakaian.
Yo wis, pinjem satu (sandal sebelah saja), ya. Nanti adek tak pinjemi punyaku yang satu,” tawar Reksa sambil mengangsurkan sandal little pony-nya sebelah kiri pada Saka.
Yoh,” jawab Saka. Dia pun mengangsurkan sandal sebelah kanannya pada Reksa.
Lantas keduanya pun mengenakan sandal yang berlainan pasangan itu. Reksa mengenakan sandal doraemon sebelah kiri dan sandal little pony sebelah kanan. Sebaliknya, Saka mengenakan sandal little pony sebelah kiri dan sandal doraemon sebelah kanan.
Selama beberapa hari Reksa dan Saka memakai sandal “selen” itu kemana pun. Termasuk saat ke PAUD. Hehehe.. Kadang ada orang tua murid yang heran dan bertanya pada saya. Dengan enteng saya menjawab, “Memang pengennya anak begitu, Bu.” Dan mereka yang bertanya pun hanya bisa tersenyum. 
 
Mengamati bekicot (19/11/2017)

2. Ketahui apa penyebab pertengkarannya
Sebelum menengahi, kita mesti tahu apa yang membuat anak bertengkar. Apakah karena mereka bertengkar karena ingin menonton acara teve yang berbeda channel? Jika iya, maka selesaikan dengan membuat jadwal bergiliran. Kakak ipar saya membuat jadwal memilih siaran acara teve yang ditonton oleh ketiga anaknya selama seminggu. Misalnya, pada hari senin anak sulung berhak memilih acara teve yang disukainya. Hari selasa giliran anak tengah. Kemudian, hari rabu menjadi haknya anak bungsu. Begitu seterusnya bergiliran.
Bagaimana jika anak bertengkar ketika kita sedang sibuk mencuci piring? Cobalah libatkan anak dalam aktivitas kita. Saya biasa berbagi tugas pada anak-anak saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Semisal saat saya mencuci piring, Reksa mendapat tugas mengembalikan piring bersih ke dalam rak. Sedangkan Saka mengembalikan sendoknya. Meski pekerjaan kita menjadi agak lama, namun lumayan mengurangi intensitas pertengkaran. Juga bisa melatih life skill anak-anak.
Jadi intinya, pelajari apa yang menjadi penyebab pertengkaran, kemudian carilah solusinya. Jika anak-anak sudah mulai paham diajak berdikusi, akan lebih baik lagi jika mereka diajak bersama-sama mencari solusinya.

Cerita (17 September 2017):
OBSESI SAKA
Beberapa bulan terakhir, Saka terobsesi dengan robot. Bermula dari menonton cuplikan video transformer, Saka kemudian punya keinginan menjadi robot. Dan obsesi Saka ini sering menjadi bahan pertengkaran dengan Reksa.
Seperti yang terjadi sore kemarin.
"Ata dadi robot dide (Saka jadi robot gede)" ucap Saka mantap.
"Ra iso, yo. Robot gede ki mesin," timpal Reksa memprotes keinginan adeknya.
"Iso, yo."
"RA ISO!!" bentak Reksa
"ISO!! Saka tidak terima.
"RA ISOOO!!" Reksa membentak lebih keras.
"ISO!!! MA, ATA DADI ROBOT DIDE!!" teriak Saka histeris minta dukungan bundanya.
Saya yang sedang khusyuk membaca facebook langsung menjawab. "Yo, boleh! Mau jadi robot gede, boleh. Mau jadi princess, boleh. Mau jadi apapun, boleh. Asal tidak jadi TUHAN!!"
Kamar mendadak senyap. Reksa dan Saka menatap bengong. Dua detik kemudian.
"HAHAHA..." Saya ngakak sendiri saat inget dengan apa yang barusan saya katakan.
Ayahe ikut tertawa. "Kalau mau jadi Tuhan, ya boleh, Le. Besok ayah dimasukkan ke surgamu, ya?" celetuk Ayah sante.
"HAHAHA..." Kami tertawa bersama. Reksa dan Saka kembali bermain dengan damai. 
 
Bermain bersama di Kamar

3. Memberi pemahaman
Memberi pemahaman pada anak adalah upaya yang menurut saya paling penting. Mengapa? Karena berbagai kemungkinan yang terjadi saat pertengkaran bisa kita cegah jika kita bisa memberi pemahaman pada anak. Sebagai orang tua, kami tidak pernah menggunakan surga neraka untuk memberi pemahamanan pada anak-anak. Kami menjelaskan pada mereka tentang hukum timbal balik. Jika kamu ingin diperlakukan baik pada orang lain, berlakulah baik. Tapi jika kamu berlaku tidak baik, jangan protes jika orang lain berlaku tidak baik terhadapmu.
Kami biasa memberi pemahaman pada anak saat kondisinya sudah tenang. Semisal saat berada di mobil atau saat bercengkerama bersama di kamar. Saat kondisi tenang, anak-anak lebih mudah diajak berdiskusi dan menerima masukan dari kami. Meski demikian, ada pemahaman yang langsung kami berikan saat melihat pertengkaran anak sudah tidak baik. Semisal salah satu anak memukul atau mendorong yang lain.

Cerita (21 Agustus 2016) :
KETIKA KEDUANYA BERANTEM
Namanya saudara, kadang akur kadang berantem. Pun demikian dengan Reksa dan Saka. Suatu hari Saka merebut mainan Mbake. Otomatis Reksa langsung marah-marah.
“Ojo merebut to, Dek! Nanti saya dorong sampai jatuh, lho!” ancam Reksa pada adeknya.
Sebelum semuanya menjadi gaduh, aku keluar kamar. “Weh, yo jangan gitu to, Mbak. Kalau kamu dorong, yo adek sakit.”
Reksa diam sejenak. “Ya udah, kalau adek merebut lagi, besok tak anter ke kuburan terus tak tinggal.”
“Welah?!"
Berpose pakai kacamata ayah (12/9/2017)

4. Ajarkan bernegosiasi
Saat anak bertengkar karena mempermasalahkan suatu hal, mintalah mereka untuk berkompromi. Ajarkan pada anak bagaimana berkompromi yang santun. Terus terang, saya kurang begitu senang saat melihat Reksa mencoba mempengaruhi Saka dengan menakut-nakutinya. Saya kemudian menjelaskan pada Reksa bagaimana cara mempengaruhi orang lain dengan lebih baik. “Jika kamu ingin adekmu mengikuti apa yang menjadi kemauanmu, unggulkan hal baik apa yang bisa adek dapat saat menyetujui idemu,” saran saya pada Reksa. Sejak itu, Reksa mulai bisa berkompromi dengan lebih santun.

Cerita :
REKSA BELAJAR NEGOSIASI
Hampir tiap hari, Reksa bermain ke rumah tetangga. Kalau mainnya sendirian saja, saya biarkan dia berangkat dan pulang sendiri. Biasanya saya hanya berpesan agar pulang jam sekian. Namun, jika Saka ingin ikut main juga, saya biasa membuntutinya karena saya belum berani melepas Saka sendiri. Terutama saat dulu Saka belum genap umur tiga tahun.
Meski sama-sama bermain ke rumah tetangga, Reksa dan Saka mempunyai tujuan berbeda. Reksa lebih memilih ke rumah Mbak Fala, teman mainnya. Sedangkan Saka lebih memilih ke rumah Mbah Uwuh yang memiliki kambing. Saat melihat saya menemani Saka bermain, Reksa sempat protes. Mengapa dia tidak ditunggui? Saya katakan padanya bahwa Reksa sudah berumur 5 tahun. Kami percaya Reksa bisa menjaga diri. Saka ditemani bunda karena dia masih kecil. Besok jika Saka sudah bisa menjaga diri, dia tidak lagi ditemani bunda.
Ternyata Reksa tidak kurang akal. Agar punya teman, Reksa mencoba mempengaruhi Saka saat hendak bermain ke rumah Mbah Uwuh.
Dek, ayo main ke rumah Mbak Fala aja,” bujuk Reksa.
Emoh. Saka mau ngasih makan kambing,” jawab Saka sambil terus berjalan ke arah barat menuju rumah Mbah Uwuh.
Dek, di rumah Mbak Fala ada egrang, lho. Ada makanan enak-enak juga,” bujuk Reksa lagi.
Saka menoleh.
Eh, ada anak ayam cilik-cilik juga. Nanti disana ngasih makan anak ayam. Ayo, main ke rumah Mbak Fala dulu aja!” Reksa menunjuk ke rumah Mbak Fala di sebelah utara rumah kami.
Ayam cilik? Ayo, Mbak!” Mendengar ada anak ayam baru menetas di rumah Mbak Fala, Saka langsung berbelok arah ke utara.
Saya hanya tersenyum mendengar percakapan mereka. Begitulah yang terjadi jika keduanya bermain ke tetangga. Reksa selalu mencoba mempengaruhi adiknya agar mau ikut dirinya main ke rumah Mbak Fala. Tentu saja agar bunda juga ikut bersamanya.

Poto ora nggenah saat di rumah simbah. Hehe..

5. Puji perilaku baik mereka
Meski kadang-kadang bertengkar, ada kalanya anak-anak bermain bersama. Di saat seperti itu, apresiasilah mereka. Saya biasa mengapresiasi dalam berbagai bentuk. Kadang berupa pujian, seperti ucapan, “Wah, Mbak hebat, mau sabar mengajari adik bernyanyi.” Kadang berupa ucapan terima kasih, seperti “Terima kasih ya, Mbak, semalem sudah menjaga adek.” Maupun pelukan sambil mengatakan “Love you, Mbak/Adek.” Anak-anak sangat senang saat mereka diapresiasi seperti itu. Dan biasanya mereka akan berusaha untuk lebih akur di kemudian hari.


Komentar

  1. Tips yang mantap, Mbak Maftu. Ada ceritanya pulaa, aplikatif sekali :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Mbak Kiki. Masih harus banyak belajar sama Mbak Kiki. 😍

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka saat

RANGKUMAN MATERI WEBINAR HOMESCHOOLING SESI 2

Lima bulan terakhir ini saya tertarik mempelajari model pendidikan homeschooling. Hari-hari saya berkutat dengan browsing dan browsing tentang apa itu homeschooling. Mengapa bisa begitu? Semua bermula dari kegelisahan saya saat masih tinggal dengan kakak perempuan saya yang mempunyai anak usia SD. Namanya Azkal (9 tahun). Setiap kali belajar bersama ibunya, setiap kali itu pula ia “ribut” dengan ibunya. Ibunya, kakak perempuan saya, merasa sejak duduk di kelas 3, Azkal susah sekali diajak belajar. Menurutnya, guru kelas Azkal kurang kreatif dalam mendidik. Seringkali hanya menyuruh anak mencatat materi pelajaran saja. Beberapa orang tua sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak sekolah. Sayangnya, keluhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan di pihak sang guru. Kondisi ini tidak berimbang dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari siswa Sebenarnya materi pelajaran untuk SD kelas 3 belum begitu rumit. Hanya saja, sang guru menggunakan acuan Lembar Kegiatan

Menyusun Rencana Project

Latar Belakang Saya senang membaca buku humor. Saya senang membaca cerita teman yang lucu dan mengundang tawa. Saya senang bercengkerama dengan orang yang mudah bahagia. Mengapa? Karena saya jadi ikut bahagia. Oleh sebab kesenangan saya tersebut, saya pun jadi mudah bahagia. Saat membalas chat teman, saya selalu berusaha mengemas tulisan saya dengan bahagia. Saat menulis status maupun membalas komentar di social media, saya selalu menulisnya dengan bahasa yang menyenangkan. Menurut teman-teman, saya mudah sekali membuat mereka tertawa. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang ibu, saya sering menjumpai percakapan atau kejadian lucu di keluarga kami. Sebagian percakapan tersebut sudah saya tuliskan di akun FB. Sebagian belum saya tulis. Nah, melalui Ruang Berkarya Ibu, saya ingin mengoptimalkan potensi saya di bidang tulis menulis cerita lucu melalui project "Ngakak Everyday" Nama Project Ngakak Everyday : Kumpulan Cerita Lucu Rumah Jingga Tujuan 1. Mendokume