Langsung ke konten utama

DAY 6 : Tantangan 10 Hari Menstimulasi Anak Suka Membaca


Jumat (3/11/2017) pagi, Saka tidak berangkat sekolah karena saya baru sampai rumah pukul 09.30 pagi. Saat saya beres-beres rumah, Saka bermain sendirian. Setelah acara beres-beres selesai, saya menemani Saka baca buku. Adapun buku yang dibaca adalah “Popo si Bintang Rock dan Cerita-Cerita Lainnya”. Kali itu, Saka minta dibacakan cerita yang yang berjudul “Hadiah Istimewa Popo”. Cerita ini berupaya mengajarkan anak bagaimana menunjukkan rasa sayang pada orang lain.
Saat mulai membaca cerita tersebut, Saka langsung tertarik pada gambar kue ulang tahun. Melihat gambar tersebut, Saka teringat pada lagu “Selamat Ulang Tahun”. Kami pun menyanyikan lagu tersebut di sela-sela acara baca buku. “Ma, besok Saka dibelikan kue ulang tahun yoh, Ma!” pintanya setelah lagu usai dinyanyikan. “Ya,” jawab saya. “Yeee..” Saka senang bukan kepalang. Hehe..

Buku "Popo Si Bintang Rock"
Saat melihat gambar kue yang belepotan, Saka bertanya “Kok elek (jelek), Ma?” sambil menunjuk kue coklat dengan krim putih yang kurang rapi. “Iya, ini Popo baru belajar membuat kue. Karena baru belajar ya belum bagus,” timpal saya. “Oh, nggak papa. Elek, nggak papa,” komentar Saka kemudian. Kata-kata “nggak papa” memang sering dipakai Saka saat menanggapi segala sesuatu yang kurang mengenakkan. Kadang komentar itu membuat hati tenang. Namun, akhir-kahir ini jadi salah kaprah. Saat saya minta Saka membereskan mainan, dia malah bilang “nggak papa, Ma...”
Setelah selesai baca Popo, Saka minta dibacakan buku “Niloya seri Daun Gugur”. Baru melihat sampulnya, Saka langsung komentar, “Ma, sama dengan Upin Ipin.” Maksudnya, gambar tersebut sama dengan salah satu cerita dalam serial Upin-Ipin. Ya, saya memang pernah menonton serial tersebut bersama anak-anak. Rupanya, cerita dalam film tersebut cukup lekat dalam ingatan Saka hingga dia teringat saat melihat gambar daun gugur di sampul buku Niloya.

Buku "Niloya : Daun Gugur"
Mengasosiasikan atau menghubung-hubungkan adalah fase yang saat ini dijalani Saka. Bukan hanya saat melihat gambar, juga saat kami menemukan kata yang baru dikenalnya dalam buku. Saka sering bilang, “Loh mirip ini, Ma.” Kadang kata mirip yang dimaksud Saka semuanya dalam bahasa indonesia. Namun, kadang pula salah satu kata berasal dari bahasa jawa. Maklum, dalam keseharian di keluarga, kami menggunakan bahasa jawa.

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KualiahBunsayIIP
#ForThingsChangeIMustChangeFirst

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Kelompok 8 : Ketika Anakku Jatuh Cinta

Tantangan Perkembangan seksualitas masa kini yang lebih cepat Gaya pacaran yang semakin berani Minimnya pendampingan orang tua, baik karena sibuk atau “kalah” dengan anak Lingkungan pergaulan yang semakin bebas Penyebab Naluri Cinta Terlalu Dini Tontonan baik melalui TV, medsos maupun gadget Haus kasih sayang karena ortu sibuk bekerja Lingkungan Pendidikan Seks (dalam Ulwan, 2007) Fase pertama (tamyiz usia 7-10 tahun), pada masa ini ajari anak tentang etika meminta izin dan memandang sesuatu. Fase kedua (murahaqah usia 10-14 tahun). Pada masa ini hindarkan anak dari berbagai rangsangan seksual. Fase ketiga (baligh, usia 14-16 tahun). Jika anak sudah siap menikah, pada masa ini anak diberi adab tentang mengadakan hubungan seks. Dititiktekankan pada menjaga diri dan kemaluan dari perbuatan tercela apabila belum siap menikah. Peran Ortu mendampingi anak menuju aqil baligh : Dikatakan aqil : dewasa mental, dipengaruhi pendidikan, bertanggung jawab, mandiri, pera...

RANGKUMAN MATERI WEBINAR HOMESCHOOLING SESI 2

Lima bulan terakhir ini saya tertarik mempelajari model pendidikan homeschooling. Hari-hari saya berkutat dengan browsing dan browsing tentang apa itu homeschooling. Mengapa bisa begitu? Semua bermula dari kegelisahan saya saat masih tinggal dengan kakak perempuan saya yang mempunyai anak usia SD. Namanya Azkal (9 tahun). Setiap kali belajar bersama ibunya, setiap kali itu pula ia “ribut” dengan ibunya. Ibunya, kakak perempuan saya, merasa sejak duduk di kelas 3, Azkal susah sekali diajak belajar. Menurutnya, guru kelas Azkal kurang kreatif dalam mendidik. Seringkali hanya menyuruh anak mencatat materi pelajaran saja. Beberapa orang tua sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak sekolah. Sayangnya, keluhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan di pihak sang guru. Kondisi ini tidak berimbang dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari siswa Sebenarnya materi pelajaran untuk SD kelas 3 belum begitu rumit. Hanya saja, sang guru menggunakan acuan Lembar Kegiatan ...

Review Kelompok 11 : Mengarahkan Orientasi Seksual Anak

Mengarahkan Orientasi Seksual Anak Perbedaan LGBT & SSA: Menurut sumber yang kami dapat, LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) merupakan identitas sosial sehingga mereka ingin diakui, diterima, dan dilegalkan baik oleh masyarakat dan negara. Sedangkan SSA (Same Sex Attraction) adalah orientasi seksual atau adanya ketertarikan secara emosional dan seksual dengan sesama jenis. Segelintir orang yang memiliki kecenderungan sejenis ini, sadar bahwa hal tersebut salah dan menyalahi fitrah. (Sumber: Artikel OH My God Anakku SSA. Majalah Ummi Desember 2015) Mengarahkan Orientasi Seksual Anak Rata-rata ilmuwan berpendapat bahwa *faktor lingkungan* berperan besar dalam membentuk orientasi seksual seorang anak. Oleh karena itu, hindari pemicu yang bisa membuat orientasi seksual anak keluar dari fitrah. Berikut beberapa langkahnya: 1. Kenalkan jati diri dan identitas sesuai jenis kelamin anak Misal hindari memberi mainan _princess_ kepada anak laki-laki dan mainan robot kepada ...