Langsung ke konten utama

Menghitung Benda

Kamis pagi (23/11/2017), sewaktu saya di depan laptop, Saka tiba-tiba minta diprintkan gambar robot. Saya pun googling dengan keyword "robot for kids". Setelah melihat gambar robot yang lucu-lucu, Saka menggelengkan kepalanya. "Bukan itu. Yang menakutkan, Ma," pintanya menjelaskan lebih detail.

Baiklah, saya pun kembali googling lagi dengan mengganti keyword menjadi "transformer". Saka melihat-lihat lagi gambarnya. "Yang seperti tasnya Dek Arul, Ma." Oalah, berarti yang diinginkan Saka adalah gambar tas transformer. Oke, saya pun kembali googling. Setelah melihat-lihat beberapa tas, akhirnya Saka memilih gambar tas warna merah. Saya pun kemudian mengeprintnya.

Ternyata satu gambar tas robot dirasa kurang. Saka minta gambar robot sungguhan. Yang lebih menakutkan dan bukan gambar tas robot. Saya pun browsing lagi. Saat melihat gambar sebuah gedung yang di depannya terdapat dua robot gede transformer, Saka langsung tertarik. Saya pun kemudian mengeprintkannya.

Aktivitas berlanjut lagi hingga akhirnya ada beberapa lembar gambar robot tercetak di dekat kami duduk. Melihat beberapa lembar gambar robot itu, saya pun memanfaatkannya untuk belajar berhitung.

"Dek, gambar robotnya ada berapa lembar?" tanya saya.
Saka pun menunjuk tangannya satu persatu ke arah lembaran kertas sambil menghitungnya. "Empat, lima, enam. Ada enam, Ma."
"Hahaha..." saya sontak tertawa melihat caranya menghitung yang tidak dimulai dari satu. Tapi langsung dari empat. "Lah, satu-ne yang mana?"
Saka melihat ke arah saya.
"Hitungnya urut. Satu, dua, tiga," saya mempraktekkan cara menghitung. " Yuk, diulang lagi!"
Saka menunjuk kertas bergambar robot dan mulai menghitungnya. "Satu, dua, tiga. Ada tiga, Ma!" serunya senang.
"Baguuuus. Saka bener. Ada tiga gambar robot."

Lantas kami pun menempel kertas tersebut di dinding kamar Saka sambil menyanyi. Nyanyian angka yang biasa diajarkan di PAUD, kami ulang lagi di rumah. Beginilah lirik lagunya.

Angka satu seperti tugu
Angka dua seperti angsa
Angka tiga seperti kera
Angka empat seperti kursi terbalik

Angka lima mulut terbuka
Angka enam mirip pancingan
Angka tujuh, tongkat kakekku
Angka delapan seperti kacamata

Nah, entah mengapa yang angka nol dan sembilan tidak ada di lagu tersebut. Hahaha... Tapi, bagaimanapun juga kami berterima kasih pada Bu Guru Paud yang sudah mengajarkan lagu tersebut. Melalui lagu, saya dan anak-anak  bisa bersenang-senang dengan angka.


Menghitung Kerupuk

Siang hari, selepas Reksa pulang sekolah, kami bertiga makan bersama. Kebetulan Bu Dhe juga menggoreng kerupuk. Jadilah, makan siang kami lengkap. Ada nasi, sayur bayam, lauk tempe goreng dan kerupuk. Melihat kerupuk yang saya bawa dalam toples, Reksa langsung teriak minta kerupuk.

Tidak mau membuang kesempatan berharga, saya pun meminta Reksa mengambil kerupuk sesuai umurnya.
"Ngambil kerupuknya sesuai umur. Mbak Reksa umurnya berapa?" tanya saya sok-sok lupa. Hehe...
"Lima," jawab Reksa.
"Berarti boleh ambil kerupuk lima. Sambil dihitung, ya!"
Reksa memasukkan tangannya ke toples dan mulai menghitung. "Satu, dua, tiga, empat, lima. Sudah, Bun," ujar Reksa senang karena sudah mendapat jatah.

"Aku, Ma," Saka pun ikut meminta jatah kerupuk.
"Adek umure berapa?" tanya saya lagi seolah  sedang jadi emak amnesia.
"Dua," jawabnya mantap.
"Hahaha...," Reksa tertawa mendengar jawaban adeknya. "Tiga, Dek," katanya membenarkan.
"Berapa umure, Dek Saka?" Saya mengulang pertanyaan itu lagi.
"Tiga," jawab Saka pede.
"Baguuus. Berarti Dek Saka boleh ambil tiga kerupuk. Sambil dihitung, ya."
Saka pun langsung mengulurkan tangannya ke dalam toples. "Satu..." Hitungan Saka kali ini sudah benar. Tapi oh tapi, saat Saka bilang satu, tangannya mengambil tiga kerupuk sekaligus. Hahaha... Bisa rugi bandar emaknya.
"Satu itu satu kerupuk, Dek. Bukan ambil tiga. Ayo, dikembalikan dulu kerupuknya."
Reksa tertawa melihat adeknya mengembalikan kerupuk ke dalam toples.
Setelah Saka mengembalikan kerupuk, dia pun mulai menghitung dari awal. "Satu.. dua.. tiga.." ucapnya sambil menaruh kerupuk satu persatu di piring.
"Baguuus.. Wis, sekarang toplesnya ditutup dulu biar nggak mlempem." Saya pun kemudian menutup toples dan melanjutkan makan siang bersama anak-anak.

#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIIP
#ILoveMath
#MathAroundUs

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Kelompok 8 : Ketika Anakku Jatuh Cinta

Tantangan Perkembangan seksualitas masa kini yang lebih cepat Gaya pacaran yang semakin berani Minimnya pendampingan orang tua, baik karena sibuk atau “kalah” dengan anak Lingkungan pergaulan yang semakin bebas Penyebab Naluri Cinta Terlalu Dini Tontonan baik melalui TV, medsos maupun gadget Haus kasih sayang karena ortu sibuk bekerja Lingkungan Pendidikan Seks (dalam Ulwan, 2007) Fase pertama (tamyiz usia 7-10 tahun), pada masa ini ajari anak tentang etika meminta izin dan memandang sesuatu. Fase kedua (murahaqah usia 10-14 tahun). Pada masa ini hindarkan anak dari berbagai rangsangan seksual. Fase ketiga (baligh, usia 14-16 tahun). Jika anak sudah siap menikah, pada masa ini anak diberi adab tentang mengadakan hubungan seks. Dititiktekankan pada menjaga diri dan kemaluan dari perbuatan tercela apabila belum siap menikah. Peran Ortu mendampingi anak menuju aqil baligh : Dikatakan aqil : dewasa mental, dipengaruhi pendidikan, bertanggung jawab, mandiri, pera...

RANGKUMAN MATERI WEBINAR HOMESCHOOLING SESI 2

Lima bulan terakhir ini saya tertarik mempelajari model pendidikan homeschooling. Hari-hari saya berkutat dengan browsing dan browsing tentang apa itu homeschooling. Mengapa bisa begitu? Semua bermula dari kegelisahan saya saat masih tinggal dengan kakak perempuan saya yang mempunyai anak usia SD. Namanya Azkal (9 tahun). Setiap kali belajar bersama ibunya, setiap kali itu pula ia “ribut” dengan ibunya. Ibunya, kakak perempuan saya, merasa sejak duduk di kelas 3, Azkal susah sekali diajak belajar. Menurutnya, guru kelas Azkal kurang kreatif dalam mendidik. Seringkali hanya menyuruh anak mencatat materi pelajaran saja. Beberapa orang tua sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak sekolah. Sayangnya, keluhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan di pihak sang guru. Kondisi ini tidak berimbang dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari siswa Sebenarnya materi pelajaran untuk SD kelas 3 belum begitu rumit. Hanya saja, sang guru menggunakan acuan Lembar Kegiatan ...

Review Kelompok 11 : Mengarahkan Orientasi Seksual Anak

Mengarahkan Orientasi Seksual Anak Perbedaan LGBT & SSA: Menurut sumber yang kami dapat, LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) merupakan identitas sosial sehingga mereka ingin diakui, diterima, dan dilegalkan baik oleh masyarakat dan negara. Sedangkan SSA (Same Sex Attraction) adalah orientasi seksual atau adanya ketertarikan secara emosional dan seksual dengan sesama jenis. Segelintir orang yang memiliki kecenderungan sejenis ini, sadar bahwa hal tersebut salah dan menyalahi fitrah. (Sumber: Artikel OH My God Anakku SSA. Majalah Ummi Desember 2015) Mengarahkan Orientasi Seksual Anak Rata-rata ilmuwan berpendapat bahwa *faktor lingkungan* berperan besar dalam membentuk orientasi seksual seorang anak. Oleh karena itu, hindari pemicu yang bisa membuat orientasi seksual anak keluar dari fitrah. Berikut beberapa langkahnya: 1. Kenalkan jati diri dan identitas sesuai jenis kelamin anak Misal hindari memberi mainan _princess_ kepada anak laki-laki dan mainan robot kepada ...